OPINI: KETIKA GENGSI MERAMPAS EMPATI
KETIKA GENGSI
MERAMPAS EMPATI
“Hidup itu simple dan
murah, yang bikin rumit dan mahal adalah gengsi”
Mungkin
itulah quote yang sering kita dengar mengenai gengsi dan
membuat kita berpikir “bener juga ya”. Dan mungkin kalian sempet berpikir dan bertanya
tanya kenapa hal itu bisa terjadi. Wajar saja ketika kalian berpikir seperti
itu, karena memang kita sekarang hidup dalam zaman dimana kapitalisme semakin
menjadi – jadi. Zaman dimana merk menjadi sebuah tuntutan bagi siapa saja orang
yang ingin dipandang dalam kelas sosial atas. Zaman dimana banyak orang yang
lebih sibuk memperkaya diri dan memperbaiki citra diri sendiri agar status
sosial mereka dipandang tinggi.
Gaya
hidup yang begitu berkelas dan memiliki status sosial yang tinggi mungkin adalah
sebuah aktualisasi diri dari seseorang. Keinginan untuk menjadi yang paling
tinggi dengan segala kenikmatan yang berada diatas kadang membuat banyak orang
tergiur. Dengan segala kenikmatan yang diberikan bagi kaum atas, seolah hal itu
menjadi sebuah tujuan hidup dan melihatnya sebagai sebuah kesempurnaan.
Tanggung
jawab, kekurangan dan segala konsekuensi dalam status sosial yang tinggi seolah
tidak pernah terpikirkan. Gengsi telah membuat pengertian mengenai roda
kehidupan akan selalu berputar seolah hanya sebagai motivasi bagi kaum bawah,
bukan menjadi peringatan bagi kaum atas maupun bawah. Tingginya status sosial
yang didalamnya ada kekayaan, kekuaasaan, kehormatan dan ilmu harusnya menjadi
sebuah amanah yang tidak mudah. Karena tak akan mudah berada diatas.
Pohon yang
paling tinggi, harus menguatkan akarnya agar tidak mudah jatuh dihempas angin,
badai bahkan longsor sekalipun. Artinya adalah ketika kita berusaha menjadi
lebih tinggi, kita juga tidak boleh melupakan akar karena yang membuat kita
kuat adalah dasar yang kuat. Dan pohon yang tinggi tidak akan lama hidupnya
jika tidak ditemani pohon – pohon tinggi disekitarnya. Artinya membangun
kebersamaan itu penting.
Tidak berarti
bahwa kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu itu tidak penting. Semua itu
menjadi penting ketika kita mampu menggunakan hal itu untuk kebaikan
kebahagiaan bersama. Maksudku adalah, Selain keperluan untuk diri sendiri dan
keluarga, kita tak seharusnya melupakan masyarakat. Terkadang karena kita
terlalu sibuk memperkaya diri, kita lupa akan masyarakat disekitar kita yang
masih kelaparan, yang tidak punya pendidikan tinggi dan mungkin juga kehidupan
yang tidak layak. Dengan apa yang terjadi seperti itu, apakah kalian akan masih
merasa bahagia?.
Semua manusia
telah memiliki kadar empati sendiri. Terkadang kurangnya empati terjadi karena
telah dirampas oleh gengsi. Gengsi untuk tidak menjadi yang lebih tinggi telah
salah mengartikan kebahagiaan. Karena
menurut saya bahagia adalah ketika kita mampu melepaskan (memberi), kita akan
merasa lega (bahagia).
= Sekedar opini rumit
yang ingin saya bagi, terimakasih telah membaca =
0 komentar