ADA APA DENGAN SISTEM ZONASI (AADS)

by - 19:00


Sekarang ini, masyarakat sedang ramai membahas mengenai sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019/2020. Banyak orang protes dan meributkan kebijakan yang dibuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam aturan Permendikbud No.51/2018.  Bagi kita yang tidak terlibat atau terpengaruh langsung dalam kebijakan tersebut mungkin bertanya-tanya “ada apa dengan sistem zonasi?
Sebelum menjawab ada apa, Saya akan menjelaskan sedikit mengenai apa itu sistem zonasi. Sistem zonasi adalah sistem penerimaan sekolah berdasarkan jarak tempuh dari sekolah menuju domisili masing-masing calon peserta didik. Intinya, siapa yang paling dekat dengan sekolah maka dialah yang paling berpeluang besar untuk dapat diterima. Meskipun memang, sistem ini tidak sepenuhnya zonasi karena sekian persen masih ada jalur prestasi dan jalur perpindahaan. Tapi, sistem zonasi cukup menjadi perdebatan panjang antara yang setuju dengan yang tidak.
Mengapa ukurannya adalah jarak tempuh? Pemerintah, dalam hal ini adalah Kemendikbud, meyakini bahwa sistem zonasi adalah upaya untuk pemerataan kualitas pendidikan. Harapannya tidak ada lagi sekolah yang unggul dari sekolah yang lain. Nantinya semua sekolah harus memiliki kualitas yang sama baiknya. Jadi, tidak akan ada lagi kompetisi yang berlebihan sehingga menyebabkan banyak kecurangan, tidak ada lagi kecemburuan antara satu sekolah dengan sekolah lain, dan tidak ada lagi ketimpangan antara sekolah satu dengan yang lain.
Sistem zonasi ini sebenarnya sesuai dengan semangat Undang-Undang Dasar pasal 31 yaitu setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, pun dalam UU No.20 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 juga dijelaskan bahwa negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Artinya, Pemerintah bertanggung jawab pada pemerataan pendidikan.
Konsep sistem zonasi ini secara teori memang sudah sangat baik. Jika digali lagi,  manfaatnya juga bisa pada biaya tranportasi ke sekolah jadi berkurang, kemacetan mungkin bisa berkurang, para pelajar yang menggunakan motor tanpa surat izin mengemudi (SIM) juga mungkin bisa dihindari. Bukan hanya karena konsep ini memiliki niat baik, tapi juga menurut Menteri Pendidikan bahwa sistem zonasi merupakan kebijakan yang sudah ada di negara-negara maju seperti Amerika, Australia, Jepang, negara-negara Skandinavia, Jerman dan Malaysia.
Namun, nyatanya ketika diimplentasikan di lapangan sangatlah tidak mudah.  Banyak orang tua yang protes karena anaknya tidak bisa masuk di sekolah favorit. Bukan hanya itu, banyak keluarga dengan tingkat ekonomi menengah sampai ke bawah yang tidak memiliki kesempatan yang adil dalam penerimaan sekolah. Hal tersebut dikarenakan jarak sekolah yang jauh. Banyak guru merasa motivasi belajar anak berkurang karena sudah tidak ada lagi persaingan ketat untuk bisa masuk sekolah. Beberapa sekolah dan kekurangan murid karena jarak sekolah jauh dari pemukiman. Banyaknya kontra yang menanggapi kebijakan ini, Presiden Jokowi pun mengatakan pada Kemendikbud untuk segera mengevaluasi kebijakan tersebut.
Revisi pun segara dilakukan oleh Kemendikbud. Jika dibandingkan tahun lalu tahun ini (2019) presentasi jalur zonasi lebih sedikit. Jika dulu 90%, sekarang minimal 80%. Selain itu indikator selain zonasi seperti jalur prestasi juga ditambah menjadi 15% yang awalnya 5%. Untuk jalur perpindahaan masih sama sekitar 5%.
Sebenarnya, evaluasi terkait dengan sistem zonasi bukan hanya soal kuota jalur penerimaan, tapi juga beberapa hal lainnya seperti kualitas sekolah, pemetaan sekolah dan masyarakat sekitar, dan juga terkait sosialisasi. Beberapa solusi yang bisa Saya tawarkan yaitu  dilakukannya pemerataan kualitas sekolah dengan cara pembangunan berdasarkan skala prioritas agar tidak ada gap yang terlalu jauh antar sekolah. Terkait dengan pemetaan sekolah dan masyarakat ini, perlu dipetakan beberapa sekolah dan masyarakat mana yanh mendapatakan dampak buruk dari zonasi. Misalnya ada kasus banyak anak tidak dapat masuk negeri karena sekolah jauh. Pemerintah harus mulai menemukan masalah di lapangan apa saja, dipetakan dan dicarikan solusi yang berbeda dari setiap masalah yang ada. Misalnya pemberian transportasi antar jemput bagi sekolah yang jauh dari pemukiman agar dapat dijangkau dengan mudah (fokus pada yang kurang mampu dan beberapa sekolah yang membutuhkan karena jarak pemukiman yang sangat jauh), solusi tersebut mungkin akan memakan biaya yang juga besar. Tapi akan sangat membantu sekolah dan masyarakat. Atau, ada kebijakan pengecualian jika ada pemukiman di sekolah yang beda zona. Perbaikan kebijakan dalam tataran administrasi juga bisa dijadikan solusi.

Beberapa solusi lainnya juga misalnya sosialisasi pada orangtua murid dan juga pihak sekolah harus dilakukan secara masif dan berkala agar mengerti tentang maksud dan tujuan kebijakan sistem zonasi. Jika masyarakat mengerti maka akan mudah kebijakan untuk dilaksanakan di lapangan. Indikator penerimaan jalur zonasi juga harus berkaitan dengan pertama, prestasi akademik maupun non-akademik agar murid lebih termotivasi dalam belajar dan juga yang kedua, tingkat ekonomi agar masyarakat bawah terfasilitasi dengan baik. Terakhir, evaluasi terkait kebijakan ini harus terus dilakukan guna tercapainya manfaat kebijakan yang merata.  Evaluasi dilakukan juga agar tidak adaknya pihak yang berupaya melakukan kecurangan ataupun memanfaatkan sistem zonasi ini sebagai ladang keuntungan. Mari kita kawal bersama kebijakan ini.

You May Also Like

1 komentar

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete