Anteposterior

(n) Tempat Dimana Dapat Berbagi Pikiran Dan Perasaan

Skenario, @Nadyaaarw
Masyarakat modern selalu berupaya mengendalikan masa depan dengan terus menciptakan teknologi yang mampu membuat manusia tetap eksis sampai ke masa depan. Dengan datangnya pandemi Covid-19, seluruh dunia seolah diingatkan bahwa manusia hidup dalam ketidakjelasan dan ketidakpastian masa depan. Entah itu ketidakjelasan dan ketidakpastian yang diciptakan ataupun yang tidak diciptakan.
Setelah gagal mengantisipasi masuknya pandemi di Indonesia karena perasaan bias optimisme yang dimiliki bangsa ini. Ternyata Indonesia tidak belajar banyak dari kasus pertama, puluhan ribu kasus masih saja meremehkan pandemi kali ini. Kurangnya pengalaman dalam menghadapi pandemi dan kurangnya kewaspadaan terhadap virus Covid-19 ini membuat masyarakat dan pemerintah kelagapan dalam menangani pandemi ini.
Kurang tanggapnya pemerintah pusat dalam merespon bencana ini, membuat masyarakat pun kebingungan dan cenderung melakukan langkah sendiri. Contohnya pemerintah lokal yang melakukan lockdown dan masyarakat yang berbondong-bondong melakukan pembelian sembako secara besar-besaran merupakan bentuk penyelamatan diri. Tindakan tersebut dilakukan ketika situasi ancaman (kasus covid-19 yang mulai naik) sudah hadir di depan mata tapi belum ada bentuk pertahanan yang jelas.
Kasus positif sekarang ini semakin bertambah, pada tanggal 21 Mei 2020 kenaikan kasus positif tercatat paling tinggi selama ini yaitu 973 kasus. Pada tanggal 21 Mei tercatat total jumlah kasus menjadi 20.162.  Bukannya semakin serius karena kasus positif semakin naik, pemerintah sebagai yang paling bertanggung jawab justru melakukan ketidakjelasan dan ketidakpastian itu sendiri.
Pemerintah pusat yang sudah mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lengkap dengan sanksi tegasnya dan memberikan pernyataan perang pada pandemi, tiba-tiba pada tanggal 8 Mei 2020 meminta masyarakat untuk berdamai bersama dengan virus Covid-19. Meminta masyarakat berdamai dengan melakukan aktivitas seperti biasa ditengah kasus positif yang semakin tinggi akan sangat beresiko. Meskipun masyarakat diminta tetap mematuhi prosedur kesehatan, tetap saja masih terlalu riskan. Pemerintah justru terlihat seperti membiarkan masyarakat bertahan sendiri-sendiri. Ketika ancaman semakin tinggi, maka masyarakat cenderung menyelamatkan diri sendiri.
Setelah wacana damai dari presiden, kemudian viral kerumunan orang yang bernostalgia saat penutupan MCS Sarinah pada tanggal 10 Mei 2020, viral juga ramainya bandara Soekarno-Hatta pada tanggal 13 Mei 2020, viral juga ramainya pengunjung mal di CBD Ciledug 17 Mei 2020 dan SGC Cikarang 18 Mei 2020. Hal tersebut membuat geram banyak pihak yang berupaya untuk tetap di rumah dan juga dokter. Tak heran jika para dokter banyak yang membuat video Indonesia terserah, karena mungkin apa yang diusahakan sia-sia.
Ketika beberapa dari masyarakat masih tetap semangat berperang bersama, beberapa masyarakat lain sibuk mementingkan diri sendiri dan melanggar aturan bersama. Hal tersebut akan mempertajam adanya ketidakpercayaan di antara masyarakat dan juga kepada pemerintah. Pandangan yang berbeda dalam menyikapi situasi pandemi ini akan semakin memperparah situasi.
Pemerintah perlu melihat segala risiko yang terjadi terhadap dinamika kasus positif dan dinamika kesadaran kolektif masyarakat dalam menghadapi virus ini secara bersama, agar kebijakan yang digunakan menjadi tepat guna. Berikut Saya jelaskan empat kemungkinan yang terjadi serta kritik dan saran terhadap pemerintah. Dengan melihat resiko dan kemungkinan yang terjadi, maka pemerintah akan tahu apa yang bisa dikerjakan/dipengaruhi, mana yang tidak perlu dikerjakan/tidak bisa dipengaruhi.
Skenario A: Perang Bersama
Skenario A, @Nadyaaarw

Ketika kasus positif Covid-19 mengalami kenaikan dan kesadaran kolektif masyarakat tinggi dalam menghadapi virus ini, maka kondisi yang mungkin akan terjadi yaitu masyarakat saling membantu untuk bisa bertahan dan juga berupaya menghentikan penyebaran secara bersama-sama dengan menerapkan pembatasan fisik secara ketat. Kesadaran bersama sebagai satu identitas yang sama dalam melawan musuh bersama membuat masyarakat akan bekerjasama secara maksimal dan saling melengkapi. Pemerintah harusnya hadir untuk memfasilitasi perang melawan Covid-19 secara bersama dengan meningkatkan rasa solidaritas dan pengetahuan dalam menghadapi virus secara bersama. Ketidakpercayaan harus diperkecil dengan membangun keamanan dan resiko yang sama. Keseriusan pemerintah dalam menangani virus ini dari segi kesehatan juga sangat dibutuhkan guna mengatasi ancaman virus dan juga sebagai wujud pemimpin yang melindungi rakyatnya.
Skenario B: New Normal Dengan Syarat
Skenario B, @Nadyaaarw
New Normal kemungkinan akan terjadi ketika kasus positif semakin menurun dan kesadaran kolektif dalam melawan virus ini tinggi. Menurunnya ancaman atau resiko tertular karena kasus semakin menurun akan membuat masyarakat berani untuk beradaptasi atau menjalankan kebiasaan awalnya. Masyarakat akan tetap berupaya waspada agar tidak terjadi penularan lagi. Namun, pemerintah perlu memberikan prosedur kesehatan yang jelas.
Skenario C: Bencana Sosial 
Skenario C, @Nadyaaarw
Jika kasus positif semakin naik dan masyarakat tidak memiliki kesadaran kolektif untuk melawan virus ini, maka ditakutkan masyarakat mengambil keputusan sendiri. Ancaman yang semakin tinggi, membuat masyarakat dengan kepercayaan rendah terhadap sekitarnya menjadi lebih memikirkan diri sendiri untuk selamat.  Ketika situasi tersebut terjadi, maka ketidakaturan dan kekacuan ditakutkan akan terjadi. Karena terjadi benturan antara mereka yang berjuang melawan dan yang tidak peduli. Artinya, banyak aturan/nilai yang disepakati bersama menjadi tidak berfungsi karena harus menyelamatkan diri sendiri.
Skenario D:  Kondisi Terserah
Skenario D, @Nadyaaarw
Menurunnya kasus positif bisa terjadi karena dipengaruhi dan juga tidak dipengaruhi variabel “usaha manusia”. Jika kesadaran kolektif masyarakat rendah, kemungkinan yang terjadi adalah kasus turun karena faktor eksternal atau di luar kendali manusia. Seperti misalnya perbincangan soal kemungkinan pelambatan saat musim panas/suhu panas, atau faktor eksternal (di luar usaha manusia).
Efeknya adalah ketika ancaman semakin rendah dan masyarakat masih tidak memiliki kesadaran kolektif untuk melawan virus sampai tuntas maka kemungkinan masyarakat tidak peduli dan tetap melakukan aktivitas biasa. Bahaya atau efek negatifnya yaitu ketika ada gelombang kedua yang tiba-tiba terjadi. Kemungkinan yang terjadi, masyarakat dan pemerintah tidak siap.
Kritik dan Saran Penulis
Jika pemerintah mengatakan masyarakat harus beradaptasi dengan normal yang baru  padahal kasus masih tinggi dan kesadaran kolektif rendah, maka ditakutkan masyarakat akan chaos seperti skenario C. Banyaknya masyarakat yang melawan aturan soal PSBB akan menjadi benih kekacauan besar jika tidak segera diatasi. Pemerintah harus segera mengambil langkah untuk membangun kepercayaan dan upaya penurunan kasus. Secara lebih praktis, pemerintah harus mampu membangun  kepercayaan bahwa negara akan melindungi dan akan segara mengatasi. Selain itu, arahan untuk bekerjasama dalam mengatasi virus dan keterbukaan informasi dalam menghadapi virus juga sangat diperlukan. Lebih penting, tindakan nyata harus sesuai dengan apa yang dijanjikan. Hal yang perlu diingat bahwa pandemi ini bukan hanya masalah kesehatan tapi juga sosial dan ekonomi. Meski begitu, keselamatan rakyat haruslah menjadi prioritas utama dibandingkan ekonomi.
Penulis: Oktavimega Yoga Guntaradewa // IG:@yogantarawa
Ilustrator: Nadya Aristyawati // IG:@nadyaaarw




Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Gambar dari Google

Pandemi memaksa seluruh orang untuk melakukan aktivitas di dalam rumah. Begitu pula kegiatan belajar dari rumah atau study from home yang merupakan kebijakan efektif guna mengurangi penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia. Namun, bagi sebagian orang hal tersebut merepotkan, karena kurangnya fasilitas dan banyaknya gangguan yang ada. Hal ini dirasakan oleh berbagai pelajar di Indonesia, mereka mengeluh mengenai kurangnya media teknologi yang memadai dan belum adanya bantuan untuk menyelesaikan masalah kegiatan belajar via daring. Kegiatan tersebut juga dirasakan oleh sebagian orang tua yang kurang paham dalam mengoperasikan teknologi. Seperti bagaimana mengaktifkan akun di sebuah aplikasi pembelajaran atau bahkan hal kecil seperti bagaimana mengirim laporan berupa foto kepada guru yang mengajarkan anaknya.
Realitas tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kita belum siap menerima manfaat positif dari teknologi. Padahal ke depan teknologi akan semakin dibutuhkan pada setiap kegiatan, baik yang mendesak maupun yang tidak mendesak. Selain itu, teknologi akan semakin maju. Pertanyaannya, siapkah kita untuk mengikuti perkembangan teknologi? Menghitung bahwa banyak sekali pelajar di Indonesia yang mengalami keterbatasan akses teknologi di daerahnya, serta adanya stigma masyarakat yang menganggap teknologi selalu memberikan dampak negatif bagi siapapun yang menggunakannya.
Setidaknya ada dua permasalahan besar yang menghambat perkembangan teknologi di Indonesia yaitu kultur dan fasilitas. Pertama terkait kultur, banyak orang tua generasi baby boomers (55-73 tahun) yang memiliki stigma negatif terhadap pendidikan. Selain itu mereka juga dapat dikatakan gagap teknologi. Hal tersebut terjadi karena mereka malas belajar dan sulit terbuka pada hal baru termasuk teknologi. Ada satu hal lagi yang membuat orang tua tidak terlalu terbuka, yaitu melihat anak yang kecanduan gawai dan terus-terusan bermain game online. Biasanya orang tua yang melihat realitas tersebut langsung menyalahkan bendanya bukan subjeknya, padahal gawai adalah materi yang dapat berfungsi ketika ada yang menggunakannya. Penilaian negatif dari realitas tersebut kemudian menjadi cap yang digunakan untuk menilai hal lain. Akhirnya, banyak orang tua yang melarang anaknya menggunakan gawai atau bermain internet. Dampaknya anak menjadi kesusahan dan orang tua pun ikut kewalahan.
Bukan hanya orang tua, beberapa guru atau pihak sekolah juga biasanya memiliki stigma yang sama terkait dengan teknologi. Masih banyak guru yang menggunakan cara lama dalam mengajar, ketimbang memanfaatkan teknologi terkini dalam pengajaran. Inisiatif untuk meningkatkan keahlian dan kebijaksanaan siswa dalam menggunakan teknologi pun terbentur oleh stigma negatif terhadap teknologi. Stigma negatif tersebut kemudian berpengaruh pada pengadaan fasilitas, banyak siswa yang tidak diberikan hak untuk belajar menggunakan gawai, laptop, dan internet. Dampaknya saat masa pandemi ini, pendidikan seperti tidak memiliki arah yang jelas.
Ketika masa pandemi, guru dipaksa untuk mengikuti keadaan dan memberikan materi dari rumah. Namun dalam realitasnya, pemahaman belajar dari rumah oleh guru masih kurang tepat. Sebagian guru memaknai belajar dari rumah hanya memindahkan sekolah ke rumah. Padahal konteks belajar antara sekolah dan rumah berbeda jauh. Jika persiapan tidak matang dan hanya mengandalkan materi yang diajarkan tanpa metode khusus, maka yang terjadi adalah kurangnya pemahaman dan kegiatan belajar mengajar menjadi chaos.
Orang tua dan guru seharusnya sadar untuk terus mengontrol aktivitas anak dalam penggunaan teknologi, bukan hanya melarang dan memberikan stigma pada gawai sebagai benda yang berdampak negatif. Jika orang tua dan guru mampu melihat sisi positif dari adanya teknologi, maka anak dapat beradaptasi dan berkembang baik secara pemikiran dan perilaku. Disitulah sebenarnya peran orang tua dalam perkembangan anak dan guru dalam pembelajaran di sekolah. Maka dari itu kerjasama antar pihak merupakan hal yang paling penting untuk dilakukan.
Peran pemerintah menjadi penting dalam membuat kebijakan yang mendukung anak untuk menguasai teknologi. Pemerintah harus segera membuat rencana jangka panjang yang berkelanjutan, serta terbuka terhadap apapun. Selain itu pemerataan fasilitas teknologi pembelajaran kepada seluruh pelajar di Indonesia juga penting. Jadi fasilitas bukan hanya berpusat pada kota, tapi juga di daerah-daerah. Banyak daerah yang belum memiliki fasilitas dasar hidup misalnya listrik. Penyamarataan hak pendidikan perlu segera dituntaskan agar upaya meningkatkan kualitas jauh lebih mudah.
Perubahan kultur dalam melihat teknologi juga perlu dilakukan oleh orang tua dan guru. Orang tua harus mampu berperan aktif untuk menghadapi hal tersebut, bukan lagi memberikan stigma pemalas kepada anak ketika bermain gawai, tetapi berusaha untuk bersahabat dan melihat hal positif dari apa yang dilakukan anak. Peran aktif guru atau pengajar juga harus diperhatikan, mengingat guru adalah garda terdepan dalam pendidikan. Tugas guru bisa jadi merupakan tugas yang berat, karena harus memahami siswa dengan baik, menggunakan metode yang sesuai dengan konteks, dan memberikan materi tanpa harus menggunakan metode DDCH (duduk, dengar, catat, dan hafal). Dalam hal ini, guru mau tidak mau harus mempelajari dan mengoperasikan teknologi demi kelancaran pembelajaran. Guru pun dituntut harus kreatif, semisal melakukan pembelajaran dengan observasi, kemampuan analisa tulisan, mengasah kreativitas lewat seni digital, pemberian projek kecil mengenai lingkungan dari rumah, atau pembelajaran lain tanpa harus keluar rumah dan tatap muka dengan guru yang bersangkutan.
Saat ini, kita tidak bisa menghentikan cepatnya perkembangan teknologi. Teknologi akan selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia yang semakin kompleks. Hal yang dapat kita lakukan adalah mengikuti perkembangan. Dari pandemi ini, seharusnya aktor-aktor dalam pendidikan sadar bahwa ke depan teknologi akan sangat dibutuhkan. Kewajiban pemerintah, guru, dan orang tua adalah memenuhi hak anak untuk bisa mengikuti perkembangan teknologi tersebut. Karena fungsi pendidikan adalah mempersiapkan murid agar mampu beradaptasi dengan lingkungan. Memiliki kemampuan yang tinggi  dalam memanfaatkan teknologi yang ada adalah hal yang berguna untuk perubahan diri menjadi lebih baik dan melakukan hal yang bermanfaat untuk manusia di sekitarnya.
Penulis: Nadya Aristyawati dan Oktavimega Yoga Guntaradewa
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Gambar di ambil dari Google
Sudah hampir dua bulan virus Covid-19 mengganggu ketentraman masyarakat Indonesia. Bukan hanya mengganggu kesehatan dan perekonomian, pandemi ini juga mengganggu sistem pendidikan di Indonesia. Perayaan hari pendidikan 2 Mei 2020 akan menjadi sejarah di mana pendidikan Indonesia dibuat berantakan. Bagaimana tidak, seluruh sekolah ditutup, semua murid dipaksa belajar daring (online) atau daring, UN dibatalkan lebih cepat, anggaran dana pendidikan dipotong seperti tunjangan profesi guru, dana BOS, selain itu jadwal akademis sekolah yang belum jelas, pendaftaran masuk kuliah yang masih ditunda dan perayaan upacara hari pendidikan 2 Mei 2020 juga ditiadakan. Seperti kata Yuval Noah Harari dalam tulisan Dunia Paska Virus Corona mengatakan bahwa keputusan yang pada masa normal bisa memakan waktu bertahun-tahun bisa jadi disahkan dalam hitungan jam. Mau tidak mau, pemerintah harus segera bertindak atas situasi ini. Meski begitu, kita harus tetap kawal bersama.
Permasalahan yang paling disoroti yaitu bagaimana proses pembelajaran saat pandemi ini. Kini, semua pembelajaran di sekolah atau kampus dipaksa harus serba daring. UNESCO sendiri merekomendasikan penggunaan program pembelajaran jarak jauh dan membuka aplikasi dan platform pendidikan agar mempermudah akses pembelajaran di rumah. Semua murid diminta untuk melakukan karantina mandiri bersama keluarga agar mampu mengurangi penyebaran Covid-19. Pembatasan fisik memang menjadi hal yang paling utama dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Meski begitu, solusi tersebut hanya mampu menyelesaikan permasalahan kesehatan. Dampak lain dari solusi tersebut yaitu sulitnya akses pembelajaran akibat tidak ada atau kurangnya fasilitas untuk belajar daring seperti laptop, HP, internet. Meskipun ada gratis internet dan akses kelas daring di aplikasi belajar, tetap saja tidak semua memiliki fasilitas untuk mengakses internet tersebut. Permasalahan tersebut bukan hanya untuk murid, guru juga memiliki kesulitan terkait belajar daring. Selain perkara fasilitas, guru memiliki kesulitan dalam mengkoordinasi belajar daring karena tidak semua murid mampu melakukan hal tersebut.
Pandemi ini sebenarnya memperlihatkan kesenjangan kelas yang sangat tinggi dan berpengaruh pada pendidikan. Kementerian pendidikan pun mencoba menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menggandeng TVRI Nasional, guna memberikan tayangan belajar agar murid dapat belajar melalui TV. Solusi tersebut diharapkan mampu merangkul banyak kelas bawah untuk bisa mendapatkan haknya. Sungguh tantangan luar bisa bagi pemerintah dan aktivis pendidikan untuk mampu menyelesaikan secara bersama masalah pendidikan yang diakibatkan pandemi ini.
Pengembangan Masyarakat Desa di Revolusi Industri 4.0
Read more
Permasalahan belajar dari rumah sebenarnya bukan hanya dari permasalahan fasilitas, tapi juga timbul permasalahan lain seperti permasalahan pemaknaan belajar di rumah dan pengkondisian suasana belajar yang nyaman. Belajar di rumah, bagi para guru hanya dimaknai sebagai pemberian tugas menumpuk tanpa ada upaya untuk memberikan pemahaman materi untuk muridnya atau hanya memindahkan pembalajaran dalam kelas daring. Padahal kegiatan belajar di rumah dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi, apapun itu termasuk teknologi komunikasi.
Tidak semua murid memiliki kondisi yang nyaman dalam belajar. Entah apakah mereka mempunyai rumah yang sempit, harus membantu orang tua bekerja atau mengurus rumah, keluarga yang tidak suportif, masalah keluarga, tidak terbiasa belajar di rumah, atau suasana belajar yang rusak akibat terlalu sering dirumah. Hal tersebut merupakan permasalahan psikologi dan sosial murid atau pun guru yang juga rumit.
Pandemi ini memang bencana yang kita semua perlu maklumi terkait susahnya belajar pada situasi ini. Meski begitu, solusi juga perlu dipikirkan mengingat belum jelasnya  kapan Covid-19 berakhir. Artinya perlu alternatif solusi untuk skenario normal baru jika pandemi ini masih terjadi. Jika tidak, maka hak belajar murid jadi terganggu dan keluaran pendidikan selama pandemi juga akan membeku. Solusi yang dibutuhkan mungkin solusi yang cepat dan tegas, agar mampu segera beradaptasi dengan situasi ini.
Jika memang pembatasan fisik masih diperlukan dan semua hal terkait dengan pendidikan serba daring, maka kegiatan daring selama ini perlu diperbaiki dan juga harus ada alternatif lain bagi yang memang kesulitan terkait pembelajaran melalui daring. Pendidikan serba daring bukan berarti hanya sekadar dipindah, tapi bagaimana pendidikan dapat dilakukan secara optimal menggunakan teknologi komunikasi. Edukasi pembelajaran melalui daring untuk para guru, murid dan orang tua sangat diperlukan guna memberikan pengetahuan bagaimana pembelajaran melalui daring yang baik dan benar.
Perluasan akses pembelajaran juga diperlukan guna mengoptimalkan pembelajaran misalnya melalui TV. Alternatif lain seperti membentuk kelompok belajar kecil di lingkungan sekitar juga diperlukan bagi mereka yang kesulitan dengan fasilitas daring. Bantuan pendukung non-pendidikan juga perlu disiapkan seperti sembako, konseling kesehatan mental dan juga kesehatan jasmani. 
Terakhir, hal yang terpenting yaitu kerjasama yang baik antara pemerintah, sekolah, orang tua dan anak dalam bentuk kebijakan khusus untuk menghadapi pandemi ini. Apa yang terjadi saat ini juga dapat menjadi pembelajaran dalam dunia pendidikan kedepannya bahwa kemampuan adaptasi sangat penting dimiliki oleh seluruh elemen dalam bidang pendidikan, karena mungkin kita tidak pernah tahu bahaya di masa depan seperti apa.
Selamat Hari Pendidikan.
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Newer Posts
Older Posts

About Me

Yoga Dewa

(Sociologist)

Focus on Community Development, Education, New Social Movement

Instagram: @Yogantarawa

Labels

  • CERPEN
  • MY ART
  • OPINI
  • Puisi
  • REKOMENDASI
  • TIPS AND TRICK

recent posts

Sponsor

Flag Counter

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  October (1)
  • ▼  2020 (6)
    • ▼  May (3)
      • Skenario Dinamika Masyarakat Selama Pandemi Covid-19
      • Belajar Pentingnya Teknologi Dari Pandemi
      • Refleksi Perayaan Pendidikan di Tengah Pandemi
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (22)
    • ►  December (1)
    • ►  September (6)
    • ►  August (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (3)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2018 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (16)
    • ►  November (1)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (2)
    • ►  May (5)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (27)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (9)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (5)
  • ►  2015 (8)
    • ►  December (7)
    • ►  October (1)
  • ►  2014 (11)
    • ►  August (2)
    • ►  July (4)
    • ►  June (5)

Created with by BeautyTemplates| Distributed By Gooyaabi Templates