SOSIOLOGI PENDIDIKAN: Menilik Ideologi Pendidikan Kritis
SOSIOLOGI
PENDIDIKAN: Menilik Ideologi Pendidikan Kritis
Seperti mungkin yang kita semua tau mengenai kurikulum
yang ada di Indonesia kian lama kian berubah – ubah. Seolah – olah masih
mencari metode yang tepat, tapi malah membuat bingung banyak orang. Sistem
pendidikan yang sekarang mencoba mengubah sistem one-way traffic atau yang
biasanya guru ceramah siswa mendengarkan ke sistem multi-way traffic dimana
siswa harus lebih aktif dan guru hanya sebagai fasilitator.
Perubahan
– perubahan mengenai sistem di pendidikan tidak lepas dari ideologi pendidikan
yang dipakai. Ada beberapa ideologi dalam pendidikan seperti ideologi
konservatif meyakini bahwa stratifikasi masyarakat merupakan hukum alam. perubahan
sosial bukan merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan, karena perubahan akan
membuat kesengsaraan. Masyarakat tidak bisa merencanakan perubahan, hanya Tuhan lah yang mampu menentukan keadaan
masyarakat. Orientasinya adalah untuk menjaga nilai – nilai normatif (status
quo). Pendidikan menjadi tidak jauh beda dengan proses sosialisasi yang
kemudian menjadi pedoman hidup.
Ideologi
pendidikan liberalisme misalnya, meyakini bahwa ada masalah – masalah (sosial,
politik dan ekonomi) dalam kehidupan masyarakat, tetapi pendidikan tidak
berkait dengan itu semua. Pendidikan tidak memiliki tugas yang berkaitan dengan
persoalan politik dan ekonomi. pendidikan justru menyesuaikan diri dengan
keadaan ekonomi dan politik, dengan cara reformasi kosmetik. Contoh-contohnya membangun
kelas dengan fasilitas baru peralatan sekolah dibuat modern, mengglobal dan
berbasis komputer (komputerisasi) atau menyediakan alat – alat pendidikan yang
cenderung berlebihan. Pelatihan – pelatihan untuk menjadi buruh juga digalakkan
untuk menjaga adanya pekerja berkualitas.
Ideologi pendidikan kritis sendiri tokoh yang paling
terkenal biasanya adalah Paulo Freire yang paling terkenal dalam bukunya
pendidikan kaum tertindas, adalah Freire memandang pendidikan yang terjadi
selama ini hanya mempererat kesenjangan sosial dikarenakan pendidikan tidak diupayakan
untuk mencerdaskan atau mengasah kepekaan akan realitas sosial. Namun para
pelajar dihilingkan sensitivitasnya terhadap realitas sosial dan menciptakan
buruh – buruh untuk kaum atas. Sehingga Freire merasa bahwa sudah ada
penindasan dalam pendidikan.
Didasarkan atas
pemikiran Paolo Freire, terutama tentang kesadaran manusia. Menurut Freire,
kesadaran manusia terdiri atas tiga tahap yaitu kesadaran magis yang berarti
manusia selalu mengkaitkan apa yang terjadi dalam hidupnya adalah takdir jadi cenderung
fatalis dalam kehidupan. Yang kedua adalah kesadaran naif artinya manusia sudah
memahami akan masalah – masalah yang ada dan sadar mengenai ketertindasan.
Namun, masyarakat masih kurang peduli dan tidak berani melakukan perubahan.
Yang ketiga adalah kesadaran kritis, ini adalah titik dimana manusia mengerti
dan peka terhadap realitas sosial dan ada tindakan untuk melawan penindasan
serta melakukan perubahan yang lebih baik.
Paulo Freire memandang bahwasanya manusia harus memiliki
kesadaran kritis agar merdeka dari penindasan dan menikmati hak sebagai manusia
yang bebas dan merdeka. Pendidikan kritis sendiri meyakini bahwa hal-hal
berikut ini adalah yang dapat membisukan manusia yaitu ketidakadilan kelas,
diskriminasi gender, hegemoni kultural dan politik, Dominasi (diskursus
yang membius kesadaran masyarakat).
Dalam
pendidikan kritis juga memiliki metode praktik yang dapat diterapkan. Metode
yang dipakai Paulo Freire sendiri adalah dialogis, dialog adalah cara
memanusiakan manusia (humanisasi). Melalui proses dialog menghasilkan conscienitazation
(konsienitasasi). Proses berkembangnya kesadaran
dan memiliki critical awarness (kepekaan kritis) sehingga mampu
melihat secara kritis kontradiksi sosial di sekelilingnya dan berusaha untuk
mengubahnya.
Freire berpendapat bahwa, untuk mendukung peningkatan kesadaran kritis sendiri, ada tiga tahap dasar dalam pendidikan kritis yang diajarkan seperti Naming, tahap menanyakan sesuatu: what is the problem. Mempertanyakan sesuatu yang berkaitan dengan ‘teks’, realitas sosial atau struktur ekonomi-politik. Yang kedua Reflecting, mengajukan pertanyaan mendasar untuk mencari akar persoalan : why is it happening. Mengajar murid untuk tidak berpikir sederhana tapi kritis dan reflektif. Yang ketiga adalah Acting, proses pencarian alternatif untuk memecahkan persoalan: what can be done to change the situation. Merupakan tahap praksis/aksi dari sebuah pemikiran akan pemecahan masalah.
Freire berpendapat bahwa, untuk mendukung peningkatan kesadaran kritis sendiri, ada tiga tahap dasar dalam pendidikan kritis yang diajarkan seperti Naming, tahap menanyakan sesuatu: what is the problem. Mempertanyakan sesuatu yang berkaitan dengan ‘teks’, realitas sosial atau struktur ekonomi-politik. Yang kedua Reflecting, mengajukan pertanyaan mendasar untuk mencari akar persoalan : why is it happening. Mengajar murid untuk tidak berpikir sederhana tapi kritis dan reflektif. Yang ketiga adalah Acting, proses pencarian alternatif untuk memecahkan persoalan: what can be done to change the situation. Merupakan tahap praksis/aksi dari sebuah pemikiran akan pemecahan masalah.
Demikianlah
sedikit penjelasan mengenai ideologi pendidikan kritis, harapannya bisa menjadi
sebuah inspirasi mengenai pendidikan. Tentu saja setiap ideologi memliki
kelebihan dan kekurangan masing – masing. Yang terpenting adalah bagaimana kita
harus terus belajar dan memperbaiki. Karena ilmu tak akan berhenti sampai sini.
Terimakasih.
0 komentar