SOSIOLOGI PENDIDIKAN: Menilik Ideologi Pendidikan Kritis

by - 08:06

SOSIOLOGI PENDIDIKAN: Menilik Ideologi Pendidikan Kritis




            Seperti mungkin yang kita semua tau mengenai kurikulum yang ada di Indonesia kian lama kian berubah – ubah. Seolah – olah masih mencari metode yang tepat, tapi malah membuat bingung banyak orang. Sistem pendidikan yang sekarang mencoba mengubah sistem one-way traffic atau yang biasanya guru ceramah siswa mendengarkan ke sistem multi-way traffic dimana siswa harus lebih aktif dan guru hanya sebagai fasilitator.


Perubahan – perubahan mengenai sistem di pendidikan tidak lepas dari ideologi pendidikan yang dipakai. Ada beberapa ideologi dalam pendidikan seperti ideologi konservatif meyakini bahwa stratifikasi masyarakat merupakan hukum alam. perubahan sosial bukan merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan, karena perubahan akan membuat kesengsaraan. Masyarakat tidak bisa merencanakan perubahan, hanya Tuhan lah yang mampu menentukan keadaan masyarakat. Orientasinya adalah untuk menjaga nilai – nilai normatif (status quo). Pendidikan menjadi tidak jauh beda dengan proses sosialisasi yang kemudian menjadi pedoman hidup.

Ideologi pendidikan liberalisme misalnya, meyakini bahwa ada masalah – masalah (sosial, politik dan ekonomi) dalam kehidupan masyarakat, tetapi pendidikan tidak berkait dengan itu semua. Pendidikan tidak memiliki tugas yang berkaitan dengan persoalan politik dan ekonomi. pendidikan justru menyesuaikan diri dengan keadaan ekonomi dan politik, dengan cara reformasi kosmetik. Contoh-contohnya membangun kelas dengan fasilitas baru peralatan sekolah dibuat modern, mengglobal dan berbasis komputer (komputerisasi) atau menyediakan alat – alat pendidikan yang cenderung berlebihan. Pelatihan – pelatihan untuk menjadi buruh juga digalakkan untuk menjaga adanya pekerja berkualitas.

            Ideologi pendidikan kritis sendiri tokoh yang paling terkenal biasanya adalah Paulo Freire yang paling terkenal dalam bukunya pendidikan kaum tertindas, adalah Freire memandang pendidikan yang terjadi selama ini hanya mempererat kesenjangan sosial dikarenakan pendidikan tidak diupayakan untuk mencerdaskan atau mengasah kepekaan akan realitas sosial. Namun para pelajar dihilingkan sensitivitasnya terhadap realitas sosial dan menciptakan buruh – buruh untuk kaum atas. Sehingga Freire merasa bahwa sudah ada penindasan dalam pendidikan.

             Didasarkan atas pemikiran Paolo Freire, terutama tentang kesadaran manusia. Menurut Freire, kesadaran manusia terdiri atas tiga tahap yaitu kesadaran magis yang berarti manusia selalu mengkaitkan apa yang terjadi dalam hidupnya adalah takdir jadi cenderung fatalis dalam kehidupan. Yang kedua adalah kesadaran naif artinya manusia sudah memahami akan masalah – masalah yang ada dan sadar mengenai ketertindasan. Namun, masyarakat masih kurang peduli dan tidak berani melakukan perubahan. Yang ketiga adalah kesadaran kritis, ini adalah titik dimana manusia mengerti dan peka terhadap realitas sosial dan ada tindakan untuk melawan penindasan serta melakukan perubahan yang lebih baik.

            Paulo Freire memandang bahwasanya manusia harus memiliki kesadaran kritis agar merdeka dari penindasan dan menikmati hak sebagai manusia yang bebas dan merdeka. Pendidikan kritis sendiri meyakini bahwa hal-hal berikut ini adalah yang dapat membisukan manusia yaitu ketidakadilan kelas, diskriminasi gender, hegemoni kultural dan politik, Dominasi  (diskursus yang membius kesadaran masyarakat).

Dalam pendidikan kritis juga memiliki metode praktik yang dapat diterapkan. Metode yang dipakai Paulo Freire sendiri adalah dialogis, dialog adalah cara memanusiakan manusia (humanisasi). Melalui proses dialog menghasilkan conscienitazation (konsienitasasi). Proses berkembangnya kesadaran dan memiliki critical awarness (kepekaan kritis) sehingga mampu melihat secara kritis kontradiksi sosial di sekelilingnya dan berusaha untuk mengubahnya.

Freire berpendapat bahwa, untuk mendukung peningkatan kesadaran kritis sendiri, ada tiga tahap dasar  dalam pendidikan kritis yang diajarkan seperti Naming, tahap menanyakan sesuatu: what is the problem. Mempertanyakan sesuatu yang berkaitan dengan ‘teks’, realitas sosial atau struktur ekonomi-politik. Yang kedua Reflecting, mengajukan pertanyaan mendasar untuk mencari akar persoalan : why is it happening. Mengajar murid untuk tidak berpikir sederhana tapi kritis dan reflektif. Yang ketiga adalah Acting, proses pencarian alternatif untuk memecahkan persoalan: what can be done to change the situation. Merupakan tahap praksis/aksi dari sebuah pemikiran akan pemecahan masalah.

Demikianlah sedikit penjelasan mengenai ideologi pendidikan kritis, harapannya bisa menjadi sebuah inspirasi mengenai pendidikan. Tentu saja setiap ideologi memliki kelebihan dan kekurangan masing – masing. Yang terpenting adalah bagaimana kita harus terus belajar dan memperbaiki. Karena ilmu tak akan berhenti sampai sini. Terimakasih.


You May Also Like

0 komentar