SEBUAH CERPIS (CERPEN PUISI): DE JAVU

by - 05:58

Terulang.  Suasana hampa penuh emosional. Menatap kaca, seolah sepi sendiri tanpa makna. Siklus hidup yang selalu membawa pengharapan, kadang sirna karena kenyataan.

Bingung. Entah apakah arti dari memandang diri sendiri, menatap langit, menginjak bumi dan menggenggam tangan. Mempertanyakan apakah senja benar berwarna “orange” atau berwarna jingga. Malam apakah bewarna “hitam” atau berarna bulan. Sungguh indah, Namun kadang menyiksa.

Berpikir. Diskursus ilmu pengetahuan dan paradoksial masih saja membingungkan. Penghianatan intelektual membuka pada suasana utopis penuh keputusasaan. Perselingkuhan pada moral menggulingkan niatan merubah keadaan. Sungguh apa yang harus dipikirkan? Berpikirlah.

Berlutut. Ketidakpastian tentang arti yang sebenarnya akan menjadi kesakitan yang perih, jika berakhir tidak bahagia. Begitu pas belum tentu terikat. Begitu indahnya ode yang dikatakan tak menjamin surga. Maya mungkin tak nyata. Nyata pun mungkin tak sempurna. Tak sesempurna sakit yang terbayar indah.

Menggenggam. Hanyalah sementara, namun begitu hangat terasa. Suasana dunia membuat tindakan hanyalah fana dan kata hanyalah canda atau mungkin janji semata. Pengaharapan mengenai tujuan sebenarnya hanyalah kabut semata. Bergerak adalah yang terasa namun sering dihiraukan. Seperti tak terlihatnya warna violet muda pada bunga kaktus di siang hari. Gurun pun dengan mudah menipu semua mata yang tertuju.

Berjalan. Proses adalah sama dengan kehidupan. Akhir, tidak ada bedanya dengan kemungkinan-kemungkinan. Bukan bualan, ini fiksi yang nyata tentang kehidupan. Pengembalian yang diberikan Tuhan menjadi pelajaran yang seharusnya berjalan. Berjalan.

You May Also Like

0 komentar