Anteposterior

(n) Tempat Dimana Dapat Berbagi Pikiran Dan Perasaan

Instagram: @yogantarawa


Setelah badai di tahun 2017, Tuhan ternyata sudah menyiapkan banyak hal di tahun 2018. Saya tidak menyangka gantinya akan sangat membahagiakan. Mungkin apa yang akan saya ceritakan merupakan hal kecil bagi kalian, tapi cerita ini berkesan sangat dalam bagi saya.

Cerita ini bukan soal memamerkan capaian saya, karena sebenarnya disini saya ingin berbagi apa yang sudah saya pelajari dari cerita di tahun 2018. Semoga bermanfaat.

Jika boleh saya tarik garis besarnya, apa yang sudah saya lakukan di tahun 2018 merupakan lompatan-lompatan besar yang pernah saya buat. Lompatan besar apakah itu?

Di awal tahun 2018 saya tekadkan diri untuk segara bangkit. Pertama, saya harus segera menyelesaikan kewajiban saya “SKRIPSI” dan menuntaskan keseluruhan apa yang sudah orang tua saya perjuangkan yaitu “Kuliah”. Kedua, saya harus segera melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif serta positif untuk menemani saya mengerjakan skripsi.

Saya akan menceritakan yang kedua dulu, menemukan kegiatan-kegiatan positif dan produktif.
Hal yang bisa saya lakukan selama kurang lebih 6 bulan untuk menemani saya mengerjakan skripsi, saya pikir adalah lomba/kompetisi. Di tahun 2017 akhir saya juga sudah mengikuti lomba, hanya saja selalu berakhir dengan kekalahan. Meski begitu kenapa ingin mencoba lagi. Kenapa ingin mencoba lagi? Padahal kalah terus.

Saya ingin membuktikan bahwa saya bisa. Saya selalu niatkan lomba yang saya laukan untuk kebermanfaatan diri sendiri dan orang banyak. Jadi, kalah menang sebenarnya bukan soal. Tapi lebih kepada bagaimana saya mau belajar dari kesalahan dan melatih diri untuk berkembang dan bermanfaat.

Sebelumnya saya ingin ceritakan bahwa saya awalnya tipe orang yang sangat membenci lomba sama seperti saya membenci BEM waktu itu. Ternyata kebencian saya hanya berdasarkan omongan orang dan asumsi-asumsi. Pada kenyataannya ketika langsung terjun, pikiran tersebut berubah. Dulu ketika belum mengikuti BEM, pikiran saya selalu negatif. Tapi setelah mengikuti BEM, saya tahu kenapa banyak orang membenci BEM tapi juga saya memahami kenapa bisa begitu. Di akhir, saya berkesimpulan BEM tidak seburuk itu. 

Begitupun dengan lomba/kompetisi, saya dulu selalu berpikir bahwa lomba/kompetisi hanya akan membuat orang pamer, mengejar prestige dan hasil lomba pun tidak banyak membuat manfaat.  Setelah saya mengikuti lomba ternyata tidak seburuk itu. Saya pikir lomba mampu mengasah kemampuan kita untuk menemukan masalah dan menyelesaikannya secara bersama-sama. Hasil dari lomba bisa kita buat referensi untuk diri sendiri dan orang lain, agar hasil lomba tersebut terwujud nyata (entah dalam waktu dekat atau jangka panjang). Intinya dari lomba kita punya stock of ideas yang cukup banyak. Kita juga bisa berkenalan dengan macam karakter dan pemikiran orang lain. Banyak manfaat sebenarnya, jika kita mampu mengambil sisi positifnya.

Kembali soal cerita lomba di awal tahun sampai pertengahan,

Saya bersama teman-teman akhirnya menggarap banyak lomba untuk diikuti, dan beberapa lomba pada akhirnya tembus atau masuk babak penyisihan. Setelah banyak kekalahan kami alami, akhirnya saya dan teman-teman satu tim bisa memenangkan 3 lomba di awal sampai pertengahan tahun 2018. Pertama, juara 1 lomba Short Movie tentang Multikulturalisme. Kedua, juara 3 Lomba debat. Ketiga, juara 3 lomba kebijakan publik.  Perasaan saya sangat senang dan bangga waktu itu, apalagi saat mengabari orang tua bahwa saya bisa. TAPI, Sebenarnya cukup aneh waktu itu, saya senang saat memenangkan itu sekaligus sedih melihat peserta yang lain. Kenapa? Karena saya juga pernah mengalami kondisi dimana saya dan teman-teman harus kalah. Dan itu sangat tidak mengenakan. Pada akhirnya saya berusaha mengurangi euphoria kemenangan waktu itu. Sejak saat itu saya merasa menang bukanlah hal yang perlu dibanggakan berlebihan, justru itu menjadi tanggung jawab besar bagi saya dan tim untuk menjadikan kemenangan itu menjadi  hal yang mengandung kebermanfaatan.

Apa yang saya sampaikan terkait lomba bukan bermaksud untuk pamer ya, pertama saya ingin mengingatkan bahwa kadang ketidaktahuan kita pada sesuatu membuat kita selalu berasumsi negatif. Dan asumsi tersebut pada akhirnya menutup pemikiran kita dan menolak kesempatan atau banyak hal yang berusaha masuk. Padahal jika kita berniat kritis, pemikiran itu harus dibuka selebar-lebarnya. Jika saya selalu berpikiran negatif pada lomba, saya mungkin tidak akan mendapatkan itu semua.  Kedua, saya juga ingin mengingatkan bahwa hasil yang saya dapat, merupakan hasil perjuangan berat saya dan teman-teman 1 tim. Bagaimana tidak? Kami harus latihan, diskusi, mengerjakan projek lomba di kampus hampir tiap hari (ditengah tugas skripsi yang juga mengharap untuk dikerjakan).  Jika menceritakan satu-satu perjuangan lomba akan sangat panjang, Tanya langsung ke saya saja nanti saya akan ceritakan lebih banyak hehe. 

Kemudian soal SKRIPSI dan menuntaskan PERKULIAHAN.

Skirpsi saya sebenarnya termasuk mudah, segala permasalahan teknis saya anggap masih biasa. Tapi apa yang membuat saya harus mengerjakan selama setahun? Sehingga saya harus lulus normal 4 tahun. Pertama saya merasa belum siap terjun ke masyarakat. Kedua ada banyak keinginan yang harus saya lakukan sebelum lulus. 

Kelulusan bagi saya sangatlah sakral. Jika tergesa-gesa lulus, saya mungkin akan menyesal dikemudian hari. Maka saya putuskan untuk menjalani kelulusan dengan normal. Selama itu akhirnya saya belajar, meskipun pada akhirnya saya tak sepenuhnya siap. Saya merasa bekal saya lulus sudah cukup untuk saya bawa setelah lulus. 

Sebagai lulusan sosiologi, tak gampang untuk mendapatkan bekal yang cukup untuk lulus. Output keahlian kita seharusnya tidak ditempa dengan waktu yang cepat. Hasilnya pun mungkin juga tidak bisa terlihat cepat dan nyata. Pada akhirnya siap tidak siap saya harus segara terjun dan terus belajar di setiap prosesnya.

Bahagia rasanya bisa menuntaskan masa kuliah. Bagi saya kelulusan bukan soal saya saja, tapi juga orang tua saya yang juga memperjuangakan saya untuk bisa kulah. Akhirnya perjuangan mereka membuahkan hasil, saya lulus.  Meskipun begitu perjuangan belum berakhir, saya masih harus memikirkan setelah lulus mau kemana. Saya menanggung beban yang cukup berat sebagai “anak pertama” dan “lulusan sarjana”. Keluarga saya mungkin tidak terlalu, tapi masyarakat tentuk menjadi pihak yang cukup menekan dalam beban tersebut. Akhirnya saya putuskan untuk merantau setelah wisuda. (meskipun agak terlambat karena saya merantau 2 bulan setelah wisuda, hal tersebut karena saya masih ada projek penelitian untuk tambahan sangu sekaligus pengalaman untuk merantau) 

Terakhir, saya ingin ceritakan mengenai lompatan besar yang entah kenapa saya berani melakukannya. “MERANTAU”. Cerita mengenai merantaui ini akan saya ceritakan di akhir tahun 2019. Sekarang saya akan bahas kenapa saya harus merantau dan kenapa harus di Jogja. Latar belakangnya sebenarnya saya hanya ingin berjuang mewujudkan idealisme saya terkait apa yang sudah saya pelajari dan alami selama kuliah seperti organisasi, lomba, penelitian, belajar dll. Kenapa tidak diwujudkan dirumah sendiri? Pertama, saya ingin mandiri. Saya ingin benar-benar memperjuangkan sendiri dan merasakan sendiri bagaimana beratnya memperjuangkan idealism ditengah banyak himpitan dan tekanan hidup. Saya ingin tahu kehidupan ini seberat apa?. Kedua saya ingin sementara melepaskan diri dari bayang-bayang dan tekanan-tekanan masyarakat yang berusaha mengatur hidup saya. Ketiga, setelah saya diberikan Tuhan jalan-jalan ke banyak tempat gratis, Saya jadi ingin mengeksplorasi dunia ini dengan travelling (selain baca buku). 

Kenapa Jogja? Menurut saya Jogja kota yang cukup tenang dan ramah untuk saya memperjuangkan idealisme saya. Kemudian Jogja memiliki banyak cerita yang ingin saya gali. Selebihnya saya ceritakan nanti lain kali.

Yang jelas. Merantau ini keputusan besar sekaligus berat bagi saya, terutama soal orang tua.  Saya tidak tega meninggalkan mereka. Jika saya ingat Ibu. Saya kasihan melihat beliau dirumah sendiri dan mengkhawatirkan saya setiap harinya. Sebagai anak pertama dan laki-laki. Saya harusnya bertanggung jawab pada besar pada keluarga. Kadang saya merasa, apakah keputusan saya egois?. 
[JEDA] Tiba-tiba saya nangis wkwkwk ngomongin orang tua.

Well, Tuhan sudah memberikan banyak hal di tahun ini. Saya harus bersyukur. Saya juga  ingin mengapresiasi diri sendiri bahwa “I did my best” karena telah melakukan banyak lompatan.  Tahun ini akan menjadi sebab dari akibat di masa depan. Semoga tahun depan menjadi lebih baik. Mohon doanya. 

Akhir kalimat saya ingin memberi sedikit saran, “kenyamanan itu bukan di zona nyaman tapi di zona yang penuh dengan tekanan.” Selamat memperbaiki hidup dan selamat menikmatinya juga.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Tuhan menciptakan perbedaan untuk saling melengkapi.
Bukan untuk saling memusuhi.
Segala macam konflik perbedaan wajib dihindari. 
Karena tak sesuai dengan sejarah bangsa ini
Indonesia kuat dan merdeka karena saling menghormati.
Perbedaan tak perlu menjadi momok yang terus ditakuti.
Jadikan perbedaan ini menjadi sebuah energi.
Melukiskan Indahnya Indonesia dengan penuh warna warni.
Bergandeng tangan dalam satu harmoni.
Untuk menjaga Indonesia yang berdaulat sampai saat ini.
Sebuah coretan kata untuk bangsa hari ini,
Bersama kawan kawanku Syam dan Dewi,
Kami berupaya memotret salah satu tempat di Surabaya yang mewakili Indonesia dalam menjaga harmoni.
Dan semua tertuang dalam video berikut ini.
https://www.youtube.com/watch?v=lrGN2w1RtjQ

*Video tersebut meraih Juara 1 dalam Short Movie Competition di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta
Semoga menikmati,
Mari menjaga harmoni negeri ini :)))
Jangan lupa like dan sharenya ya :D
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Teknologi sepertinya telah membantu banyak sekali hal bagi manusia, terutama dalam mendapatkan Ilmu. Jika dulu manusia harus bersusah payah untuk mendapatkan ilmu, seperti misalnya harus berguru bertahun-tahun ke orang atau harus membeli atau meminjam banyak buku unuk mencari sesuatu atau belajar sesuatu dan masih banyak lagi.

Sekarang atau Jaman Now, manusia tidak perlu berusah payah untuk mendapatkan ilmu. Banyak sekali cara atau teknologi yang dapat membantu manusia untuk mendapatkan ilmu secara cepat dan independen (Baca: Otodidak). Banyak sekali aplikasi atau website atau platform yang mempermudah manusia dalam mendapatkan ilmu. Jika kalian masih merasa susah untuk belajar atau masih merasa kesulitan berarti anda manusia Jaman Old hehe bercanda.

Saya akan memberikan beberapa rekomendasi tempat dimana anda dapat belajar atau mendapatkan Ilmu dengan cara cepat dan mudah. Tentu saja tempat yang saya maksud tidak lah jauh atau susah ditempuh. Hanya butuh internet, karena semua tempatnya ada di Dunia Maya.

1. Google

Yup, posisi pertama adalah Google. Google selalu menjadi pilihan pertama banyak orang ketika mereka tidak tau sesuatu misalnya arti, makna, cara, arah jalan dan lain-lain. Google juga sangat mudah diakses dan semua orang dapat berbagi atau mencari segala macam ilmu, wawasan, pengetahuan, pengalaman dari Google. Banyak fitur dari google yang mempermudah anda misalnya mencari tau arah jalan melalui Google Map, menyimpan file dan berbagi lewat Google Drive, mencari tau pendapat orang lewat Google Form dan lain-lain. Kalian bisa juga mencari tau manfaat yag lebih dari google di Google sendiri atau bahkan mencari kegunaan dari PlatForm yang saya coba jelaskan.





2. Youtube
Bagi saya membaca atau belajar bukan hanya dari Buku, tapi juga dari banyak hal misalnya menonton Video. Video bagi saya mempermudah untuk berimajinasi dan mampu mempermudah saya untuk mengerti sesuatu lewat Visual atau gambar yang ditampilkan. Platform yang menjadi rujukan pertama bagi banyak orang adalah Youtube. Youtube banyak sekali memiliki video. Bagi saya Youtube seperti Search Engine dalam bentuk Video. Banyak sekali Video yang edukatif atau bermanfaat dalam mencari Ilmu misalnya tentang agama, cara menggunakan sesuatu, review buku, film, music dll, pembelajaran dari segala tingkatan dan banyak sekali jenis dan macam, Pokoknya banyak.

3. Cousera
Cousera merupakan platform yang membuat kita bisa belajar di Universitas terkenal di Dunia secara online. Materi banyak disampaikan dengan video yang mempermudah kita untuk mengerti dan tidak harus pergi ke universitas tersebut untuk belajar. Untuk mendapatkan sertifikat jika sudah belajar memang harus bayar. Tapi jika tidak, anda masih bisa belajar dengan gratis kok. Jadi jangan sia-siakan kesempatannya ya. Sangat rekom buat yang ingin ke kuliah di luar negeri, mungkin bisa mencoba suasanya dulu di Cousera.

4. Duolingo
Duolingo merupakan platform dimana kalian bisa belajar banyak bahasa secara cepat dan mudah. Buat kalian yang masih awal dalam belajar bahasa-bahasa asing, anda bisa belajar disini. Metode belajarnya sangat mudah dan membuat anda akan belajar dengan cepat.

5. Media Online

Selain membaca buku anda bisa memanfaatkan waktu luang kalian untuk mendapatkan informasi ter-update atau opini seseorang atau masyarakat mengenai banyak hal anda bisa membacanya dengan cepat melalui media online. Banyak sekali media online sekarang ini misalnya, kompas.com, detik.com, Jakartapost dan lain-lain. Atau bagi kalian yang ingin tau opini-opini yang kritis anda bsa membuka mojok.co, geotimes, Indo Progres, Qureta dan masih banyak lagi.

6. Dan Masih Banyak Lagi
Dan masih banyak lagi platform yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu. Anda bisa mencarinya sendiri jika mau atau bantu komentar platform apa yang banyak membantu kalian.


Dengan semakin banyaknya informasi-informasi yang tidak benar atau biasanya disebut Hoax,kita perlu ekstra hati-hati dalam menyimpulkan kebenaran informasi. Perlu adanya filterisasi, comparing, katagorisasi dan lain-lain. Perlu pikiran dan hati yang jernih dan bijak untuk mencari kebenaran di jaman ini. Namun tidak perlu takut, Perkembangan teknologi sebaiknya dimanfaatkan dengan baik, jangan sampai kita justru menjadi negatif karena teknologi. Semoga bisa menjadi manfaat bagi banyak orang. Aamiin. 


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


“Dunia ini sudah tidak adil maka biasakanlah” – Patrick Star

            Kalimat yang menarik dan sangat dalam, yang diucapkan oleh tokoh yang di cap “bodoh” dalam film kartun sponsbob. Ya, itulah kalimat yang menghibur saya dan mungkin juga banyak orang yang merasa selalu hidup dalam ketidakadilan.

            Secara filosofis memang, sesungguhnya semuanya sudah memiliki takarannya masing-masing. Semua wajib disyukuri, karena Tuhan maha adil. Namun jkata ketidakadilan yang saya gunakan dalam tulisan ini merupakan upaya kritis dalam menjelaskan bagaimana system pendidikan Indonesia saat ini yang masih belum terselesaikan masalahnya. Tentu di akhir, saya akan coba berikan langkah solutif terkait permasalahan yang saya bahas kali ini.

            Sistem Ujian, ya setiap murid yang pintar di Indonesia selalu merasa pernah memberikan contekan pada teman yang ternyata nilainya lebih bagus daripada yang memberi contekan. Atau banyak yang belajar sungguh-sungguh tapi ada temannya yang santai-santai tinggal mencontek. Lemahnya sistem pengawasan yang ada membuat murid semakin mudah melakukan contek-mencotek. Bahkan, untuk ujian akhir pun dulu murid bahkan sampai mempersiapkan matang-matang untuk melakukan contekan waktu ujian. Ngeri nggk nih, secara nilai dan norma udah melanggar tapi semua merasa itu wajar dan akhirnya dibiarkan.

            Sistem Absen, mungkin kebobrokan sistem absen ini lebih banyak dirasakan di sistem absen perkuliahan dibandingkan sekolah. Sistem absen di sekolah mungkin banyak yang sudah menggunakan finger print. Dalam absensi mahasiswa, dengan sangat mudah absen bisa dicurangi. Banyak mahasiswa yang bahkan tidak pernah masuk perkuliahan dan titip absen temannya. Dan parahnya mereka mendapatkan nilai yang sama. Yah mungkin mahasisawa sudah benar-benar dilepas karena sebenarnya curang atau tidak itu pilihan hidup mereka. Tapi ayolah, lembaga pendidikan bukannya mendidik? Jika saat mahasiswa saja sudah menipu banyak orang, bagaimana saat menjadi bupati, walikota, gubernur, pns, presiden dll. Saya kira sistem absen perlu dibenahi.

            Sistem Kelulusan, ya kita tau bagaiamana pemerintah menstandartkan kelulusan untuk seluruh sekolah yang ada di Indonesia meskipun berbeda fasilitas dan tenaga guru yang ada. Ini memang sepertinya pemerintah sudah mulai memperbaiki dengan memberikan perbedaan standart di setiap daerah dan semakin menggali potensi siswa dengan menggunakan ujian esai. Namun, untuk beberapa kelulusan di setiap sekolah kadang terlalu memaksa, masih banyak nilai yang dikatrol, banyak yang terpaksa dinaikan dan akhirnya murid kelabakan setelah lulus.

            Saya jadi ingat, saya pernah mendengar cerita seorang guru yang bertanya pada orang tua tentang anaknya yang belum bisa membaca apakah harus dinaikkan atau enggak. Dan sang orang tua mengatakan tidak usah dinaikan pak, biar tidak lulus dulu dan bisa baca dulu. Biar nanti tidak kesusahan di kelas berikutnya. Sebuah keputusan yang sangat bijak menruut saya dan ini juga harusnya menjadi contoh atau panutan dalm dunia pendidikan agar tidak “memaksa” siswa untuk naik.
          
            Sistem pemberian Nilai, saya sering merasa ketidakadilan nilai pada saat perkuliahan. Dengan jumlah mahasiswa yang segitu banyak, Dosen kesulitan memberikan nilai yang mendekati akurat pada kemampuan mahasiswa yang sebenarnya. Jadi saya kira ini juga perlu dibenahi karena banyak mahasiswa dirugikan. Memang nilai bukanlah yang utama, tapi saya kira juga penting sebagai ukuran kemampuan yang meskipun juga tidak akan secara tepat mengukur tapi setidaknya mendekati bukan jauh.

            Kita semua sudah semakin kehilangan hakikat pendidikan, kita sudah seperti robot yang dicetak untuk menjadi buruh-buruh kapitalis. Pendidikan dijadikan sebagai industri memeras pendidik dan yang terdidik. Saya kira banyak sekali yang perlu dibenahi dari ketidakadilan sistem yang ada. Misalnya saja untuk sistem ujian sebenarnya sepele, banyak pengawas yang tidak serius dalam menjaga ujian. Sistem absen yang perlu diperbarui dengan kecangihan teknologi dan habituasi tentang nilai dan moral saya kira perlu untuk meningkatkan integritas. Sistem pemberian nilai yang adil dengan jumlah peserta didik yang tidak banyak sehingga pengajar intens dengan peserta didik. Saya kira banyak sekali solusi yang bisa dikembangkan karena banyak sekali cara, kita yang yang tidak mau berusaha membongkar kebiasaan buruk dan menindak lanjuti kecurangan atau ketidakadilan itu. 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About Me

Yoga Dewa

(Sociologist)

Focus on Community Development, Education, New Social Movement

Instagram: @Yogantarawa

Labels

  • CERPEN
  • MY ART
  • OPINI
  • Puisi
  • REKOMENDASI
  • TIPS AND TRICK

recent posts

Sponsor

Flag Counter

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  October (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  May (3)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (22)
    • ►  December (1)
    • ►  September (6)
    • ►  August (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (3)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ▼  2018 (4)
    • ▼  December (1)
      • Cerita Diri: Melampaui Batas di Tahun 2018
    • ►  February (2)
      • NGERUMAT HARMONI
      • Belajar Cepat dan Mudah dengan “Platform”
    • ►  January (1)
      • Sebuah Opini: Ketidakadilan Sistem Pendidikan Indo...
  • ►  2017 (16)
    • ►  November (1)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (2)
    • ►  May (5)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (27)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (9)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (5)
  • ►  2015 (8)
    • ►  December (7)
    • ►  October (1)
  • ►  2014 (11)
    • ►  August (2)
    • ►  July (4)
    • ►  June (5)

Created with by BeautyTemplates| Distributed By Gooyaabi Templates