PENDIDIKAN KRITIS SEBAGAI ALTERNATIF, TANDINGAN DAN KETIDAKMUNGKINAN

by - 19:54


Arah pendidikan Indonesia saat ini akan diarahkan pada pemenuhan peningkatan ekonomi. Jokowi sendiri menyatakan jika pendidikan harus diselaraskan dengan kebutuhan pasar. Penunjukan Nadiem mantan CEO dan juga pendiri Go-Jek sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan, juga menguatkan dugaan bahwa pendidikan kita memang akan dibawa pada apa yang menjadi keahlian dari Nadiem yaitu bisnis dan teknologi. Maka dari itu, saat pelantikan menteri Jokowi berpesan pada Nadiem jika Ia ingin terobosan besar terakit dengan sumber daya manusia agar siap kerja, siap berusaha dan link and match antara pendidikan dan industri. Jokowi  seperti berharap besar pada Nadiem agar mampu menjawab tantangan industri 4.0 melalui pendidikan.
Pandangan Jokowi tentang pendidikan seolah melihat bahwa pendidikan hanya untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi negara. Pandangan pendidikan seperti ini memang menjadi arus utama pendidikan di Indonesia. Bagi negara berkembang, peningkatan ekonomi memang menjadi utama. Jadi memang wajar jika arah pendidikan Indonesia hanya untuk peningkatan ekonomi. Bukan hanya pemerintah, pandangan masyarakat terkait pendidikan juga sama yaitu untuk peningkatan ekonomi keluarga dan juga ajang mobilitas status sosial-ekonomi.
Pandangan pendidikan yang hanya berfokus pada orientasi ekonomi akhirnya men-dekontruksi pendidikan dengan pandangan-pandangan ekonomi. Pada akhirnya pendidikan hanyalah menjadi sebuah pelatihan kerja, murid-murid menjadi calon tenaga kerja, dan sekolah-sekolah menjadi alat produksi. Sebenarnya dari ini semua apakah benar-benar murid diuntungkan? Negara diuntungkan? atau para pemilik modal yang diuntungkan?
Di Amerika, seorang peneliti pendidikan Michael Apple dalam bukunya Cultural Politic and Education (1996) menjelaskan bahwa pendidikan kapitalis di Amerika telah membawa semua sekolah dalam persaingan bebas layaknya dalam dunia bisnis. Kurikulum diganti menjadi yang lebih menjual, dalam arti bahwa sesuai dengan kebutuhan pasar. Murid-murid juga pada akhirnya dikompetisikan untuk mencari yang terbaik yang nantinya mampu mengisi ruang-ruang kerja dalam industri yang dimiliki pemodal. Hal yang sama akan terjadi di Indonesia jika pemerintah tidak mampu mengkontrol dampak dari kapitalisme global yang sekarang makin meluas melewati batas-batas negara.  
Sosiolog pendidikan Henry Giroux  dalam bukunya Neoliberalism’s War on Higher Education’ (2011) menuliskan jika dampak dari pendidikan yang hanya berfokus pada orientasi ekonomi akan menumpulkan nilai-nilai kritis. Kurikulum yang ada akan mematikan semangat melawan ketidakadilan dan semua saling berkompetisi demi kebutuhan pasar. Tidak ada lagi yang memperjuangkan “Public Good”, karena semua memperjuangkan dirinya masing-masing. Maka dari itu Henry mengatakan jika akan lahir nilai-nilai utilitarian individualisme. Lembaga-lembaga pendidikan akan menjadi lembaga-lembaga bisnis. Para guru, dosen siswa dan mahasiswa tidak akan masuk pada demokrasi untuk menyumbangkan ide-ide. Nilai kritis dan teoretikal analisis mereka akan tergantikan oleh kemampuan-kemampuan praktikal dan terapan saja.
Kondisi ekonomi Indonesia yang masih berkembang memang tidak bisa dihindarkan, masih banyak keluarga yang tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar. Harapan pemerintah akan pendidikan mungkin akan selaras dengan keinginan masyarakat. Tapi, jangan sampai tidak ada kontrol dan ikut hanyut dalam derasnya arus kapitalisme yang melunturkan nilai-nilai yang baik di Indonesia. Jika dulu semua orang saling bantu untuk hidup, sekarang semua orang mengejar mimpi masing-masing tanpa melihat yang lain. Bukan hanya itu, kita dengan bangga menindas mereka yang tak punya apa-apa.
Ketika semua masalah sudah sangat kompleks dan kita hanya mengikuti arus, maka jalan keluar dari segala ketidakmanusiaan ini adalah kritis terhadap apa yang sedang terjadi. Kita semua tahu bahwa pendidikan kita selama ini telah me-dehumanisasi. Tapi kita bisa apa? tak peduli. Kenapa? Karena kita juga adalah produk-produk pendidikan yang mematikan rasa manusia itu. Menurut Paulo Freire ini yang disebut sebagai kesadaran magis dan naif. Maka harusnya pendidikan kita membentuk kesadaran kritis sebagai sebuah tujuan utama dalam pendidikan yang memanusiakan manusia.
Pendidikan Kritis Sebagai Alternatif
Bagi Saya, hal terpenting dari apa yang diamanatkan presiden dan juga banyak pandangan masyarakat mengenai pendidikan adalah dihidupkannya nilai-nilai kritis dalam pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara Bapak Pendidikan Indonesia sejak dulu sudah mengatakan jika pendidikan haruslah menjadi alat yang memerdekakan siswa. Pandangan Ki Hajar Dewantara terkait pendidikan yaitu mampu memanusiakan manusia, bukan mampu memanfaatkan manusia.
Sebenarnya saya sedikit pesimis melihat pendidikan kritis sebagai alternatif di Indonesia, jika melihat pandangan pemerintah dan masyarakat yang masih sama tentang pendidikan yang hanya sebagai alat untuk memperkaya. Tapi beberapa kebijakan Nadiem menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru cukup memberi harapan jika nantinya pendidikan kritis bukan hanya sebagai alternatif tapi juga yang utama. Konsep “merdeka belajar” yang digagas dan beberapa pernyataannya dalam beberapa pidato menyatakan jika Ia ingin menumbuhkan nilai kritis dan juga meningkatkan kreativitas siswa.
Masalahnya adalah apakah kemudian gagasan yang disampaikan akan terimplementasikan sampai akar rumput?
Tandingan atau Ketidakmungkinan
Seorang pendidik Theodore Sizer dalam tulisannya “Social Work” menyatakan jika di pendidikan Amerika yang memiliki arus utama pendidikan konservatif telah meniadakan alternatif pendidikan lain karena begitu represifnya pemerintah dalam mengisolasi pendidikan. Jika berkaca dengan Indonesia, pendidikan alternatif memang masih berkembang. Terlihat dari masih adanya sekolah alam yang berkembang ataupun kurikulum internasional yang masih berkembang.
Saya tidak melihat pendidikan alternatif sebagai tandingan karena sekolah-sekolah dengan pendidikan alternatif memiliki “penggemar” atau “pengikut”nya sendiri. Saya juga percaya bahwa pendidikan alternatif bukanlah sebuah ketidakmungkinan karena pada akhirnya saya percaya bahwa mereka akan kembali mencari jati diri mereka sendiri sebagai manusia secara alami. Bahkan jika tak harus menunggu, banyak orang yang akan memperjuangkan. Masalahnya memang pada saat ini banyak yang gagal dalam memperjuangkan pendidikan kritis karena tidak “praktikal” dalam upaya mengimplementasikan gagasan. Henry Giroux seorang sosiolog pendidikan sebenarnya juga menyarankan pada setiap pendidik radikal untuk melihat realitas dan tidak melulu memaksakan pandangan dengan hanya misalnya melihat struktur dominasi hanya dari ekonomi. Padahal, ada elemen perubahan lain yaitu hati nurani, persuasi dan identitas generasi. Giroux memang fokus pada cara-cara praktikal dalam memperjuangkan pendidikan kritis yang radikal. Radikal dalam arti menyeluruh.
Pendidikan kritis harus melihat realitas lapangan sebagai negara berkembang yang tak lepas dari kebutuhan ekonomi. Jalur perjuangannya harus dengan tidak memaksakan pandangan. Jika masih ingin ada dan hidup berkembang.

You May Also Like

1 komentar

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete