Eksperiman Sosial (Part1): Topik Pembicaraan

by - 16:28



Pernah tidak anda menyadari jika selama ini dalam percakapan (terutama orang baru) saya selalu mendominasi percakapan? Atau mungkin bahasanya kepo?
Saya bertanya terlalu dalam mungkin?
Atau bertanya hal-hal yang sebenarnya jarang ditanyakan?
Yup, saya sebenarnya sedang melakukan eksperimen sosial mengenai bagaimana interaksi seseorang dalam percakapan. Objek penelitiannya bisa cewek atau cowok, berumur diatas atau dibawah saya, mulai dari yang pendiem sampai yang banyak tingkah. Percakapan kebanyakan dilakukan ofline atau langsung, beberapa online.

Alasan
Pertama, berawal dari teori interaksionalisme simbolik yang menjelaskan bagaimana sebenarnya di setiap interaksi kita terdapat “simbol-simbol”. saya berupaya memecahkan kode-kode atau simbol-simbol tersebut guna sebagai ilmu kita bersama dalam berinteraksi. Biar peka katanya. Kedua, teori dramaturgi yang menjelaskan bagaimana sebenarnya seorang individu ketika berinteraksi cenderung melakukan permainan peran seperti berdrama di panggung. Pasti pernah kita merasakan ada orang yang didepan manis ternyata dibelakangnya busuk. Atau sebaliknya. Kita tidak pernah tau hati seseorang karena semua orang berupaya memainkan peran dan memiliki citra sebagai pakaian atraksi mereka. Maka dari itu saya berupaya membongkar itu.

Ketiga, pertemuan kita kepada seseorang dapat menjadi pembelajaran yang bisa kita petik untuk kehidupan kita. pelajaran tersebut mungkin tidak dapat kita dapatkan dalam kehidupan saya atau belum kita dapatkan. Sehingga pelajaran tersebut akan sangat bagi kita melangkah kedepan. Dan saya harap point-point hasil yang sudah saya petik dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua.

Hasil: Topik Pembicaraan
Ketika saya melakukan pembicaraan, saya berupaya memancing dengan topik-topik dalam tataran dangkal, sedang, dalam. saya tidak dapat membuat rincihan di setiap varian topik yang saya coba golongkan. Karena setiap orang berbeda. orang yang pendiam cenderung sulit untuk diajak ke pembicaraan yang sifatnya dalam. konsep dalam yang saya maksud adalah mereka dapat bercerita begitu banya, natural dan menceritakan isi hati atau pemikiran mereka yang jarang diketahui orang atau di share. Berbeda halnya dengan orang terbuka yang dalam tataran pendiem itu sudah cukup dalam, bahkan mungkin bagi orang yang terbuka itu masih pertanyaan dangkal. Artinya bahwa tingkat kedalam suatu percakapan setiap orang berbeda.

Kemudian topik-topik pembicaraan yang menarik selalu berkaitan dengan jodoh (untuk individu yang belum menikah). Mereka selalu tertawa atau tersenyum dahulu sebelum dibahas. Topik ini juga bisa menjadi topik yang cukup dalam bisa digali baik untuk yang sudah kenal lama atau baru kenal. Pembicaraan tentang jodoh atau pacar atau gebetan selalu menjadi yang menarik.

Topik mengenai cita-cita selalu menajdi topik yang tidak menarik karena kebanyakan orang terutama semakin dewasa, mereka justru bingung dengan cita-cita. Konsep mengenai cita-cita sepertinya sudah berubah pada konsep impian atau keinginan. Saya selalu tertarik dengan orang-orang yang bercerita soal cita-cita atau bolehlah keinginan atau mimpi. Terkadang mereka sangat mendominasi dalam percakapan. Saya sempat mengambil kesimpulan atau mungkin judge (meskipun dalam sosiologi sebenarnya tidak boleh)kepada setiap orang yang mengetahui cita-cita atau passion adalah orang-orang yang idealis, kadang perfectionist, berani, berkarakter, tegas. Dan yang masih bingung terkadang sangat realistis atau pragmatis, pemikir, kurang percaya diri. Kurang lebih seperti itu, mskipun sebenarnya bukan ranahnya sosiologi tapi saya sedikit bisa mengetahui kepribadian seseorang ,melalui cita-cita. Atau mungkin bisa juga diketahui kondisi sosial individu tersebut, seperti orang yang punya cita-cita mungkin dalam dalam kondisi sosial yang memiliki orientasi masa depan yang tinggi, pendidikan yang tinggi, intensitas mobilitas vertikal yang cukup tinggi. Tapi saya rasa itu belum tentu juga. Sepertinya pola ini seperti teori bunuh diri Emile Dhurkheim. Maksud saya terkait konsep integrasi dan regulasi dalam masyarakat.

Topik-topik sentimen (emosional) adalah topik yang sebenarnya bisa bertahan lama. Maksud saya topik semacam itu akan membekas dan menjadi hal yang menandai percakapan anda dengan individu A, atau B, atau C. Percakapan tentang keluarga, pengalaman kesedihan dan lain-lain merupakan percakapan yang sebenarnya cukup dalam dan mampu menguras perasaan dan kemudian mengena di setiap percakapan.

Topik-topik berat seperti politik, ekonomi, hukum, HAM merupakan topik-topik yang dihindari oleh sebagian orang, karena akan terkesan sangat serius dan membosankan. Namun, jika orang tersebut memang mempunyai kapasitas untuk membicarakan hal tersebut makan akan sangat menarik dalam percakapan.

Seperti itulah kira-kira kesimpulan yang saya dapatkan dari eksperimen sosial saya dalam tema topik pembicaraan. Nanti saya akan tulis mengenai pembatasan jarak komunikasi dalam percakapan.


You May Also Like

0 komentar