Hukum Dan Uang
HUKUM
HARUS BISA TANPA UANG
Hukum sudah menjadi keharusan yang
harus ditegakkan agar tidak menjadi bumerang bagi masyarakat itu sendiri. Hukum
diciptakan masyarakat untuk membatasi perilaku seseorang atau sekelompok orang
dari hal – hal yang buruk. Jika ada seseorang atau sekelompok orang yang
melewati batasan itu maka akan mendapatkan sanksi yang juga dibuat masyarakat
itu sendiri.
Masyarakat memberikan amanah kepada
penegak hukum untuk menjalankan hukum di dalam masyarakat. Namun sebagian dari
para penegak hukum lebih memilih memainkannya daripada menjalankannya. Hal itu
dapat terjadi karena daya tarik uang yang dewasa ini telah mengacaukan pikiran
– pikiran manusia, termasuk para penegak hukum. Sehingga dewasa ini para
penegak hukum mudah sekali dikendalikan oleh mafia hukum.
Sudah menjadi rahasia umum jika para
penegak hukum ada yang mudah sekali untuk disuap oleh para pelanggar
hukum. Contoh kecil saja suap – menyuap
antara polisi lalu lintas dan pengguna jalan yang salah. Belum lagi masalah –
masalah besar seperti apa yang terjadi di pemerintahan saat ini. Para penegak
hukum seperti sudah menjadi teman bagi kelompok – kelompok elit. Kelompok –
kelompok yang kurang mampu menjadi parasit bagi para penegak hukum. hal
demikian itu menjadikan hukum semakin tumpul ke atas dan lancip kebawah.
Para penegak hukum seolah tidak lagi
buta dan adil dalam melihat suatu perkara. Hal itu mengakibatkan hukum hanya
berlaku kepada orang yang tidak berduit. Padahal semua orang berhak salah dan
berhak untuk dihukum, termasuk orang – orang elit. tapi karena mereka mempunyai
uang mereka sudah seperti memiliki hukum. Entah apa seperti ini sistem hukum
yang seharusnya terjadi?. Bukan bermaksud melindungi kelompok yang lemah. Tapi
melindungi kelompok yang benar dan mencoba untuk menerapkan keadilan di bumi
pertiwi.
Uang tak bisa disalahkan karena hal
yang terjadi pada hukum. Karena hakikatnya uang adalah benda mati/tidak hidup dan bukan
juga Tuhan. Manusia yang patut disalahkan atas segala hawa nafsunya. Kurangnya
pemikiran kritis dan sikap apatis membuat hal tersebut akan selalu ada. Para
penguasalah yang menyebabkan kelanggengan itu tetap terjadi. Sistem pendidikan
yang ada sama sekali tidak berpihak kepada rakyat miskin, tapi sebaliknya justru
berpihak kepada kaum elit.
Dewasa ini kita perlu sekali
mencontoh pendidikan kritis Paulo Freire. Freire pernah berkata kami tidak
pernah menganggap pendidikan untuk memberantas buta huruf sebagai bidang yang
terpisah, sebagai proses belajar mengajar yang mekanis, namun kami memandang
pendidikan sebagai tindakan politik yang terkait secara langsung dengan
produksi, kesehatan, hukum dan seluruh rencana yang akan diberlakukan
masyarakat.
Pendidikan kritis yang digagas oleh
Freire seharusnya diterapkan di dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Harapannya agar masyarakat Indonesia lebih kritis dan tidak apatis dengan
keadaan Indonesia sekarang ini yaitu hukum yang dapat dibeli. Hukum harusnya
tanpa ada sangkut pautnya dengan uang, yang berarti hukum tidak dapat dibeli
siapapun. Pendidikan kritis juga dapat menjadi pembelajaran bagi para penegak
hukum agar tidak sewena – wena memainkan hukum. Hukum harus dijaga kesuciannya
agar mampu menyembuhkan hal – hal yang tidak suci.
Jika hukum masih bisa dibeli, lantas
apa bedanya kita dengan hewan. Hal tersebut membuat tingkat keberadaban kita
sebagai manusia menjadi luntur. Perbaikan sistem adalah jalan keluarnya.
Pencabutan permasalahan ini harus sampai akarnya. Sanksi yang tegas harus berani
diterapkan di dalam hukum. masyarakat harus lebih kritis dan berani mengawasi
jalannya hukum agar tidak terjadi lagi kasus suap – menyuap.
1 komentar
menarik sekali penjelasannya kak
ReplyDeleteApa itu kuota edukasi