Puisi Mahasiswa: Hasil Palsu Dan Budaya Keliru
Mungkin ini sedikit puisi mengenai curahan hati dan pikiran seorang pelajar kepada pelajar.
Puisi pertama mengenai pelajar yang lebih mementingkan hasil karena memang semua orang selalu melihat hasil. Oke memang hasil merepresentasikan perjuangan/proses. Tapi itu semua tidak bisa dijadikan sebuah patokan/indikator dia berhasil atau berilmu. Terkadang apa yang terlihat bukanlah yang sebenarnya. Bukan bermaksud berburuk sangka. Tapi agar para pelajar mau berproses dan tak terlalu terfokus pada hasil yang akan membuat menghalalkan segala cara. Para Pendidik juga harusnya lebih mengapresiasi proses dan lebih jeli mengenai indikator hasil yang menjadi tolak ukur nilai.
Hasil Palsu
Ketika dunia hanyalah
melihat hasil
Enyahlah cahaya dalam
gelapnya malam
Ketika intelektual
muda diuji imannya
Enyahlah kemerdekaan
berfikir demi ipk
Apa yang mereka liat
adalah palsu
Hal yang suci
ternistakan oleh kecurangan
Sehingga kejujuran
menjadi deru
dan pujianlah yang
mereka makan
mereka tak peduli
siapa dirimu
yang mereka lihat
adalah semu
sebuah hasil yang
sangat sendu
membuat diri ini
terharu
Puisi kedua mengenai budaya atau tradisi yang dianggap benar, Namun sebenarnya keliru. Contoh yang salah akan melahirkan kesalahan pula. Dan terkadang orang baru/orang yang polos mudah sekali mengikuti. Sehingga terkesan mereka tidak tau apa yang mereka lakukan atau bahkan mereka ucapkan. Dampaknya ini akan menjadi dasar mereka berbuat salah berkepanjangan sampai menjadi orang besar. Sehingga dapat diduga bahwa koruptor - koruptor yang ada sekarang ini adalah sebuah reproduksi sosial dari pendidikan atau sosialisasi terdahulu yang kurang sempurna.
Budaya Keliru
Sungguh malang nasib
bangsa koruptor
membudaya hingga
keakar
orang naif menjadi
korban
ketidaktauan menjadi
akar
sejak dididik sudah
melakukan
tak kaget jika besar
jadi nakal
sunggu malang nasib
akar
selalu menjadi pusat
permasalahan
modal – modal nenek
moyang
menjadi turunan yang
kekal
pembangkangan seoalah
salah
melakukan pun jadi berdosa
sungguh berat bagi
pengikut
apalagi jika badan
juga nurut
apalagi jika hati
sama – sama nurut
apakah salah budaya
dituntut
Oke mungkin itulah puisi dan penjelasannya dari penulis yaitu Oktavimega Yoga Guntaradewa. Kritik dan Saran sangat diharapkan. Semoga berkah.
0 komentar