Anteposterior

(n) Tempat Dimana Dapat Berbagi Pikiran Dan Perasaan



Tulisan ini teri-lhami dari salah satu pernyataan dosen saya dalam mata kuliah sosiologi pembangunan. Beliau dalam penjelasannya menyinggung mengenai demokrasi dan pembangunan sebagai agama baru masyarakat sekarang. Meskipun beliau tidak membahas secara keseluruhan, namun saya tertarik untuk mengembangkan pernyataan tersebut. Hal ini dilandasi karena banyaknya keyakinan masyarakat mengenai betapa sempurnanya demokrasi dan pembangunan. Sebenarnya saya bukanlah ahli dalam pembahasan demokrasi dan pembangunan, namun semoga tulisan saya bisa menjadi bahan renungan ataupun kajian sebagai bentuk kritis terhadap fenomena yang ada sekarang. dan sesungguhnya tulisan ini tidak ada kaitannya dengan religiusitas ataupun hal yang sakral atau suci.

Definisi agama yang akan akan saya bahas disini bukanlah agama yang benar-benar agama seperti yang ada (Islam, Kristen, Budha, Hindu, dll.). Namun definisi agama yang akan saya bahas adalah secara sosiologis berarti keyakinan yang dimiliki masyarakat terhadap sesuatu yang sangat atau lebih kuat. Saya merasa melalui pendapat masyarakat di media, ruang publik ataupun ruang-ruang diskusi akademis, banyak masyarakat yang selalu mengagung-agungkan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang ideal dan pembangunan sebagai cara dalam peningkatan kesejahteraan dalam negara. Sebenarnya “agama baru” yang muncul dalam masyarakat modern menurut saya cukup banyak seperti kapitalisme, uang, sukses dan masih banyak lagi, cakupannya sangat luas jika mau berimajinasi.

Pertama, mari kita bahas terlebih dahulu bagaimana demokrasi menjadi “agama baru” masyarakat terutama masyarakat modern. Demokrasi sendiri lahir atas dasar protes terhadap bentuk pemerintahan yang otoriter. Bentuk-bentuk pemerintahan yang sangat monarki atau yang sifatnya otoriter telah membuat banyak atau luasnya kekuasaan yang ada di tangan raja atau penguasa. Sehingga penguasa dapat sewenang-wenang dalam persoalan kenegaraan atau kerajaan.  Sehingga hal ini menimbulkan protes terhadap bentuk-bentuk pemerintahan yang dijalankan oleh satu orang seperti monarki ataupun oligarki (sekelompok kecil elit).

Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang semua warna negara atau rakyat memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah pikiran mereka. Definisi mengenai demokrasi mungkin yang lebih dikenal adalah pendapat Abraham Lincoln yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari definisi tersebut berarti rakyat lah yang berkuasa dalam suatu pemerintahan. Pada masa Yunani sistem ini dinilai baik karena mampu membawa keadilan bagi rakyat. Namun banyak juga yang mengkritik mengenai demokrasi ini yakni rakyat tidak boleh berkuasa. Karena di dalam masyarakat tercampur semua jenis individu. Ketika banyak individu yang “bodoh” dalam masyarakat misalnya, hal ini akan membawa masyarakat tersebut dalam bencana atau kekacauan.

Demokrasi “jaman now” sangatlah berbeda dengan demokrasi zaman Yunani tentunya. Kritik terhadap demokrasi saya rasa sudah mampu ditanggulangi zaman modern ini. Demokrasi sekarang ini menempatkan wakil atau perwakilan rakyat yang kompeten dalam pengambilan keputusan. Maka dari itu misal di Indonesia ada yang namanya lembaga yudikatif, legislatif dan eksekutif dalam tatanan pemerintahan. Sistem demokrasi pancasila ini juga diyakini telah sempurna dibandingkan demokrasi terpimpin ataupun parlementer seperti yang sudah. Meskipun banyak kritik yang mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia belum sempurna. Banyak juga yang punya keyakinan demokrasi pancsila melahirkan sebuah bentuk pemerintahan yang ideal sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia.

Demokrasi memang pada dasarnya di setiap negara berbeda, hal ini dikarenakan kultur budaya di setiap masyarakat juga berbeda. Sehingga demokrasi pun telah dimodifikasi sedemikian rupa agar mampu berjalan dengan baik sesuai dengan kultur masyarakatnya. Kemudian demokrasi juga dinilai sebagai sistem yang paling adil bagi masyarakat. Menurut data yang diambil oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjunkan bahwa 70% masyarakat menilai demokrasi adalah sistem terbaik untuk Indonesia.  Dan menurut data dari Max Roser dalam website www.ourworldindata.com menunjukan setelah tahun 1945 angka demokrasi di seluruh dunia menjadi naik. Secara dramatis juga naik pada tahun 1989 setelah pecahnya Uni Soviet. Kemudian berkembang dan stabil setelah tahun 2010
Keyakinan terhadap demokrasi juga membuat sistem yang berbeda pandangan maka akan dianggap sebagai hal yang lemah atau mungkin cacat. Dilihat dari beberapa pendapat mengenai ideologi lain terkait bentuk pemerintahan, penguasa dalam tatanan demokrasi yang katanya demokratis cenderung menutup diri. Padahal demokratis sendiri berarti bebas berpendapat dan masyarakat berhak untuk memiliki ide dan berpendapat. Saya kira masyarakat terlalu berkeyaninan dan lupa bahwa sesuatu pasti ada kelemahannya. Dan saya kira sistem demokrasi juga perlu kita kritisi dan kaji bersama, sehingga ada perbaikan kedepan yang lebih baik.
Kemudian yang kedua mengenai pembangunan yang juga masih ada hubungannya dengan demokrasi yakni (yang katanya) “untuk rakyat”. Pembangunan selalu saja di agung-agungkan masyarakat terutama pemerintah pada zaman orde baru. Banyak sekali konsep yang muncul mengenai pembangunan seperti politik sebagai pembangunan, ekonomi sebagai pembangunan, moral sebagai pembanguna kemudian pembangunan nasional dan lain-lain. Kemudiaan pembangunan  terus dipakai bahkan dalam konteks pemilihan pemimpin sebagai harapan-harapan yang menjanjikan.
Pembangunan sendiri seperti yang selalu saya bahas terdapat diskursus mengenai pembangunan itu sendiri. Konsep pembangunan sendiri sebenarnya untuk siapa, apa dan bagaimana. Pembangunan secara kritis apakah benar untuk rakyat atau keadilan sosial, atau hanya untuk pemilik modal atau secara singkat hanya untuk melanggengkan kapitalisme dan memperkuatnya. Aneh memang, jika kapitalisme yang secara logis dikatakan marx nantinya akan tumbang. Nyatanya, sampai sekarang masih kuat dan merasuk dalam seluruh ruang-ruang kemasyarakatan. Bahkan seperti “agama baru” yang mungkin banyak orang melarang namun nyatanya kita sama merasakan kanyamanan.
Konsep pembangunan memang sangatlah luas, tergantung konteksnya. Akan sangat panjang jika saya harus menjelaskan. Namun yang saa ingin okus perhatikan adalah bagaimana keyakinan masyarakat mengenai pembangunan adalah sebagai sebuah hal yang selalu baik. Sulit bagi logika kita untuk kritis terkait pembangunan itu sendiri. Coba bayangkan, siapa yang tidak tertarik ketika rumahnya dibangun?. Pasti tertarik, dan orang pasti tidak kritis mengapa ia dibangunkan rumah, untuk apa, dan apa untungnya bagi yang membangunkan. Keyakinan mengenai pembangunan ini semakin menjadi-jadi ketika masyarakat lupa untuk kritis, lupa bahwa sesuatu selalu ada kelemahan.
Kesimpulan dari yang ingin saya sampaikan pada tulisan ini adalah bahwa tidak ada yang sempurna. Semua memiliki kelemahan, tidak ada kekuatan atau sesuatu yang benar-benar kuat. Semua punya hal yang perlu dikritisi dan kemudian di perbaiki bersama. Semoga penjelasan saya cukup logis dan akademis meskipun sangat singkat dan ringkas. Dan semoga membuka pikiran kalian semua terhadap apa yang sedang terjadi di dalam zaman modern atau post modern ini.  




Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Pernah tidak anda menyadari jika selama ini dalam percakapan (terutama orang baru) saya selalu mendominasi percakapan? Atau mungkin bahasanya kepo?
Saya bertanya terlalu dalam mungkin?
Atau bertanya hal-hal yang sebenarnya jarang ditanyakan?
Yup, saya sebenarnya sedang melakukan eksperimen sosial mengenai bagaimana interaksi seseorang dalam percakapan. Objek penelitiannya bisa cewek atau cowok, berumur diatas atau dibawah saya, mulai dari yang pendiem sampai yang banyak tingkah. Percakapan kebanyakan dilakukan ofline atau langsung, beberapa online.

Alasan
Pertama, berawal dari teori interaksionalisme simbolik yang menjelaskan bagaimana sebenarnya di setiap interaksi kita terdapat “simbol-simbol”. saya berupaya memecahkan kode-kode atau simbol-simbol tersebut guna sebagai ilmu kita bersama dalam berinteraksi. Biar peka katanya. Kedua, teori dramaturgi yang menjelaskan bagaimana sebenarnya seorang individu ketika berinteraksi cenderung melakukan permainan peran seperti berdrama di panggung. Pasti pernah kita merasakan ada orang yang didepan manis ternyata dibelakangnya busuk. Atau sebaliknya. Kita tidak pernah tau hati seseorang karena semua orang berupaya memainkan peran dan memiliki citra sebagai pakaian atraksi mereka. Maka dari itu saya berupaya membongkar itu.

Ketiga, pertemuan kita kepada seseorang dapat menjadi pembelajaran yang bisa kita petik untuk kehidupan kita. pelajaran tersebut mungkin tidak dapat kita dapatkan dalam kehidupan saya atau belum kita dapatkan. Sehingga pelajaran tersebut akan sangat bagi kita melangkah kedepan. Dan saya harap point-point hasil yang sudah saya petik dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua.

Hasil: Topik Pembicaraan
Ketika saya melakukan pembicaraan, saya berupaya memancing dengan topik-topik dalam tataran dangkal, sedang, dalam. saya tidak dapat membuat rincihan di setiap varian topik yang saya coba golongkan. Karena setiap orang berbeda. orang yang pendiam cenderung sulit untuk diajak ke pembicaraan yang sifatnya dalam. konsep dalam yang saya maksud adalah mereka dapat bercerita begitu banya, natural dan menceritakan isi hati atau pemikiran mereka yang jarang diketahui orang atau di share. Berbeda halnya dengan orang terbuka yang dalam tataran pendiem itu sudah cukup dalam, bahkan mungkin bagi orang yang terbuka itu masih pertanyaan dangkal. Artinya bahwa tingkat kedalam suatu percakapan setiap orang berbeda.

Kemudian topik-topik pembicaraan yang menarik selalu berkaitan dengan jodoh (untuk individu yang belum menikah). Mereka selalu tertawa atau tersenyum dahulu sebelum dibahas. Topik ini juga bisa menjadi topik yang cukup dalam bisa digali baik untuk yang sudah kenal lama atau baru kenal. Pembicaraan tentang jodoh atau pacar atau gebetan selalu menjadi yang menarik.

Topik mengenai cita-cita selalu menajdi topik yang tidak menarik karena kebanyakan orang terutama semakin dewasa, mereka justru bingung dengan cita-cita. Konsep mengenai cita-cita sepertinya sudah berubah pada konsep impian atau keinginan. Saya selalu tertarik dengan orang-orang yang bercerita soal cita-cita atau bolehlah keinginan atau mimpi. Terkadang mereka sangat mendominasi dalam percakapan. Saya sempat mengambil kesimpulan atau mungkin judge (meskipun dalam sosiologi sebenarnya tidak boleh)kepada setiap orang yang mengetahui cita-cita atau passion adalah orang-orang yang idealis, kadang perfectionist, berani, berkarakter, tegas. Dan yang masih bingung terkadang sangat realistis atau pragmatis, pemikir, kurang percaya diri. Kurang lebih seperti itu, mskipun sebenarnya bukan ranahnya sosiologi tapi saya sedikit bisa mengetahui kepribadian seseorang ,melalui cita-cita. Atau mungkin bisa juga diketahui kondisi sosial individu tersebut, seperti orang yang punya cita-cita mungkin dalam dalam kondisi sosial yang memiliki orientasi masa depan yang tinggi, pendidikan yang tinggi, intensitas mobilitas vertikal yang cukup tinggi. Tapi saya rasa itu belum tentu juga. Sepertinya pola ini seperti teori bunuh diri Emile Dhurkheim. Maksud saya terkait konsep integrasi dan regulasi dalam masyarakat.

Topik-topik sentimen (emosional) adalah topik yang sebenarnya bisa bertahan lama. Maksud saya topik semacam itu akan membekas dan menjadi hal yang menandai percakapan anda dengan individu A, atau B, atau C. Percakapan tentang keluarga, pengalaman kesedihan dan lain-lain merupakan percakapan yang sebenarnya cukup dalam dan mampu menguras perasaan dan kemudian mengena di setiap percakapan.

Topik-topik berat seperti politik, ekonomi, hukum, HAM merupakan topik-topik yang dihindari oleh sebagian orang, karena akan terkesan sangat serius dan membosankan. Namun, jika orang tersebut memang mempunyai kapasitas untuk membicarakan hal tersebut makan akan sangat menarik dalam percakapan.

Seperti itulah kira-kira kesimpulan yang saya dapatkan dari eksperimen sosial saya dalam tema topik pembicaraan. Nanti saya akan tulis mengenai pembatasan jarak komunikasi dalam percakapan.


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Doa Bulan Juni




Aku harap kamu begitu mencintai laut sampai kamu tenggelam di dalamnya,
atau,
begitu mencintai pisau, sampai kamu terluka karenanya.
Sayang nurani ku tak pernah mengharap itu.
Meski kita tau perlakuanmu demikian!!
.
.
Semoga bahagia.

-Oktavimega Yoga Guntaradewa-


Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar

Gambar diambil dari google
Sepertinya dia terlalu sibuk duduk dan menatap kursi kosong di depan
Dia lupa berada di sebelah jendela
Meskipun begitu, terlalu cepat, dia tak bisa menikmati
Harusnya dia turun dan berjalan
Sembari mengamati, atau mengikuti

Apa dia merugi?
Bukankah setiap orang punya jalan masing-masing?
Bukankah setiap orang punya tiketnya masing-masing?

Dia sepertinya iri, pada orang yang berani turun bukan dijalannya
Tapi mungkin tidak
Orang yang menikmati jalannya lebih mendamaikan
Namun orang yang gelisah pada perjalannya adalah yang lebih kasihan

Selama perjalanan dia mempelajari banyak
Meskipun dia lambat, dia benar belajar

Investor mungkin bilang dia tak berpotensi
Kebanyakan orang mencaci
Perusahaan yang mau menerimanya mungkin ragu
Tapi dia memberi garansi kepada mereka tak kan rugi


Ketika dia sudah pada tujuannya, sejarah yang akan mengatakan pada mereka.


09-10-2017
-Yogantarawa-
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Nasionalisme Dan Religiusitas
Indonesia merupakan salah satu negara yang beruntung memiliki banyak sekali keberagaman. Keragaman dan kemajemukan suku, budaya, etnik dan perbedaan yang lainya yang terdapat di Indonesia merupakan sesuatu yang sulit ditemukan di kawasan dunia lain. Dari barat ke timur bangsa ini memiliki lebih dari 17.508 yang tersebar dan membentang sepanjang 5000 km dengan bahasa, suku, agama, tradisi kepercayaan , budaya, adat istiadat, tingkat ekonomi, dan tatanan sosial yang berbeda-beda (Jakarta, Madia : 2001).
Jika negara lain memiliki banyak masalah mengenai perbedaan, Indonesia justru mampu bersatu dan merdeka dari keberagamaan itu. Hal itu menjadi pengalaman bangsa Indonesia sejak awal. Setelah melepaskan dari kolonialisme Belanda dan Jepang, tidak mudah bagi Indonesia untuk merumuskan norma dasar hidup berbangsanya. Tantangan internal terbesar Indonesia sejak awal adalah masalah pluralitas. Prof. John A. Titaley mengatakan bahwa pluralitas masyarakat Indonesia merupakan suatu tantangan (walau sekaligus peluang) yang jarang sekali terjadi dalam sejarah umat manusia, terutama dari segi keagamaan[1].
Senada dengan Titaley, Prof. Franz Magnis Suseno mengajukan pertanyaan retorik demikian: adakah bangsa lain dengan struktur geografis, budaya, dan keagamaan yang sekompleks kita di Indonesia?[2]. Kompleksitas kemajemukan yang diungkapkan keduanya bukan ilusi. Indonesia merupakan pusat persemaian dan penyerbukan silang budaya, yang mengembangkan berbagai corak kebudayaan yang lebih banyak dibandingkan dengan kawasan Asia mana pun[3]. Inilah yang membuat Indonesia sejak awal menghadapi tantangan yang khas dalam rangka menjadi sebuah negara hukum modern.
Persatuan dari perbedaan yang ada di Indonesia akhirnya menciptakan nasionalisme yang terus membara pada saat perjuangan kemerdekaan. Nasionalisme menjadi semangat bangsa untuk bersatu memperjuangkan kemerdekaan. Semangat nasionalisme menjadi penting sebagai ideologi,  karena nasionalisme dapat memainkan tiga fungsi, yaitu mengikat semua kelas, menyatukan mentalitas mereka, dan membangun atau memperkokoh pengaruh terhadap kebijakan yang ada di dalam kursi utama ideologi nasional[4].
            Pembentukan Pancasila merupakan hasil dari semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Perbedaan mengenai agama bukanlah penghalang bagi bangsa untuk melakukan diskusi terbuka, berdebat, tetapi saling mendengar dan masing masing pihak bersedia mentransformasi dan memperluas pandangan keagamaannya. Ini merupakan sikap nasionalisme yang dibalut dengan religiusitas yang tinggi mengenai toleransi beragama.

Penetapan sila pertama dalam Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan peristiwa yang bersejarah dan merupakan dasar bagi bangsa Indonesia dalam berbangsa. Hasil dari Undang-Undang Dasar 1945 ayat 29 mengenai jaminan negara terhadap semua agama juga meruapakan sejarah penting yang harus dibuat pelajaran. Keduanya bukan sekedar kompromi politik, melainkan sesuatu yang lahir dari deliberasi (diskursus) rasional para pemeluk agama-agama yang ada di nusantara untuk beragama secara khas Indonesia.

Sukarno pernah mengatakan bahwa perlawanan bangsa Indonesia akan semakin berat karena harus melawan bangsanya sendiri. Masalahnya sekarang ini, konflik horizontal mengenai perbedaan agama sering sekali terjadi seperti Ambon, Papua, dan Maluku, Poso, Sumatra Utara atau dewasa ini konflik soal Ahok. Konflik keagamaan menjadi sangat berbahaya karena konflik agama selalu ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan ekonomi ataupun politik. Hal demikian juga akan menciptakan disintegrasi yang akhirnya menciptakan perpecahan atau lebih ekstrim bubarnya negara. Masalah demikian menjadi masalah sekaligus tantangan yang serius bagi bangsa Indonesia untuk mampu belajar dari masa lalu dan menyelesaikan permasalahan mengenai konflik keagamaan.

Solusi Toleransi Umat Beragama
Toleransi secara arti adalah suatu perilaku atau sikap manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghormati atau menghargai setiap tindakan yang dilakukan orang lain. Keberagaman agama yang ada di Indonesia sudah sejak dulu membuat bangsa Indonesia menjadi toleran yang paling tinggi. Namun kini yang dihadapi adalah konflik horizontal berkepanjangan yang sangat merusak dan mengancam kesatuan negara.
Konflik horizontal mengenai agama di Indonesia persoalannya sangat kompleks. Sekarang ini persoalannya bukan hanya seperti apa yang terjadi di Poso atau Maluku tapi sudah menjalar ke masyarakat digital. Konflik mengenai Ahok sangatlah membuat prihatin, karena konflik yang terjadi begitu keras di sosial media atau di dunia maya. Sebenarnya persoalan mengenai konflik agama bukan murni persoalan agama. Tapi ada oknum-oknum yang sengaja menunggani unsur-unsur SARA untuk membuat masyarakat saling berkonflik. Dan sayangnya, masyarakat Indonesia mudah sekali tersulut api jika persoalannya tentang agama. Agama di Indonesia menjadi dasar yang kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Solusi yang dapat ditawarkan adalah membangun semangat nasionalisme dengan asas religiusitas melalui pendidikan atau sosialisasi primer ataupun sekunder. Seperti yang sudah dijelaskan, bangsa Indonesia dulu pernah berjaya dan bersatu karena semangat nasionalisme dan religiusitas. Perubahan memang terjadi, tapi sejarah Indonesia perlu dipelajari untuk masa depan Indonesia.
Konsep nasionalisme yang berasas religiusitas pernah diimplementasikan oleh guru bangsa Indonesia H.O.S. Cokroaminoto. Beliau mengatakan pertama, pendidikan harus berdasarkan pada sumber Islam yakni al-Qur‟an dan al-Hadits. kedua, tujuan pendidikan kebangsaan yang ingin dicapai menurut H.O.S. Cokroaminoto adalah untuk menjadikan anak didik sebagai seorang muslim yang sejati dan sekaligus menjadi seorang nasionalis yang berjiwa besar penuh kepercayaan kepada diri sendiri. ketiga, prinsip pendidikan kebangsaan yang dikehendaki oleh H.O.S. Cokroaminoto adalah cinta tanah air yaitu sekuat tenaga mengadakan pendidikan untuk menanamkan perasaan kebangsaan; memiliki keberanian yaitu selalu menanamkan rasa keberanian terutama jihad (bekerja keras mempropagandakan dan melindungi Islam) karena hal itu termasuk bagian dari iman; dan menanamkan sifat kemandirian, maksudnya setiap orang harus berusaha dengan sungguh-sungguh dan pantang memakan hasil pekerjaan orang lain dan mampu mandiri tidak menggantungkan kepada orang lain (Cokroaminoto, 1955: 48).
Inti dari konsep dan praktik yang dilakukan oleh H.O.S. Cokroaminoto sebenarnya adalah Religiusitas agama membawa kepada spiritualitas rohani yang menentukan emosi atau pengelolahan hati manusia dalam bertindak. Religiusitas menciptakan semangat nasionalisme dan persatuan bagi bangsa.
Selanjutnya, setelah pendidikan atau sosialisasi sudah dilakukan maka dialog atau komunikasi keagamaan perlu dilakukan untuk dapat melakukan silahturahmi dan diskusi mengenai SARA yang bersifat konstruktif dan positif. Konsep dialog agama adalah pemikiran dasar yang digunakan sebagai pedoman dalam bermusyawarah oleh umat manusia untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari-hari, baik secara personal maupun komunal, secara spontanitas ataupun terprogram yang ada dalam internal maupun eksternal agama. Lebih luas lagi mencakup permasalahan seluruh agama yang bertujuan untuk menciptakan kerukunan serta menyatukan umat manusia dalam wadah agama yang berbeda. Serta tidak memaksakan kehendak agama yang satu kepada agama yang lainnya.
Muhammad Ali menjelaskan beberapa sikap yang perlu dipegang dalam suatu dialog kitab suci sebagi berikut pertama adalah sikap mengakui perbedaan pemahaman terhadap kitab suci orang lain. Kedua yaitu menghargai perbedaan pemahaman terhadap kitab suci dalam agama tertentu. Ketiga yaitu jangan berdebad usir. Dialog dan diskusi harus dilakukan dengan cara yang paling baik dan paling tepat. Tidak ada penghujatan, pengkafiran, pelabelan setan, terhadap intra dialog dan teological judgment lain yang tidak berdasarkan ilmu pengetahuan[5].
Pelaksanaan dialog antar agama ada tujuan yang ingin dicapai, minimal ada dua hal penting yang didapatkan dari dialog. Pertama, terkikisnya kesalah pahaman yang bersumber dari adanya perbedaan bahasa dari masing-masing agama. kedua, dialog dimaksudkan guna mencari respon yang sama terhadap semua tantangan yang dihadapi oleh agama[6].
Teori dan praktik harus seimbang sebagai solusi. Konsep nasionalisme dan religiusitas dalam pendidikan atau sosialisasi yang dilakukan menjadi dasar nilai dan norma bangsa Indonesia. Tindakan yang dilakukan haruslah mencerminkan sikap toleransi umat beragama. Praktik dialog harus dilakukan sebagai sarana interaksi.  Keberagaman agama yang ada di Indonesia haruslah menjadi berkah bukan menjadi bencana.





[1]. John A. Titaley, Religiositas di Alinea Tiga: Pluralisme, Nasionalisme dan Transformasi Agama-Agama, (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2013), 43
[2] . Franz Magnis-Suseno, Berebut Jiwa Bangsa: Dialog, Perdamaian, dan Persaudaraan, (Jakarta: Kompas, 2007), 229
[3]. Oppenheimer dalam kutipan Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, (Jakarta: Gramedia, 2011), 3
[4] R. Karim, Nasionalisme Arti dan sejarahnya, Analisis CSIS, Tahun XXV Tahun 2, 1996, h. 95-108.
[5] Muhammad Ali, Teologi Pluralis Multikultural: Menghargai Kemajemukan, Menjalin Kebersamaan, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2003), h. 186. 
[6] Ibid, h. 138-139.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
SEBUAH PENGALAMAN KUNJUNGAN KE SEKOLAH TERTINGGAL DI JAWA TIMUR


Prolog

Permasalahan mengenai pendidikan memang menjadi pemahasan yang menarik, terutama untuk daerah-daerah tertinggal. Daerah tertinggal memang memiliki segudang permasalahan pendidikan yang harus segera diselesaikan.

Konsep mengenai daerah tertinggal umumnya selalu dikaitkan dengan provinsi, negara, kota yang kurang maju (Fisik & non fisik). Memang benar pendapat tersebut, namun pernahkan anda membayangkan ada daerah tertinggal diantara daerah-daerah yang maju?. Pernahkan anda menyangka jika disparitas yang ada di kota-kota terhebat di Indonesia mengalami disparitas yang sangat tinggi?. Pernahkah anda membayangkan citra kota-kota besar yang makmur itu hanya menutupi sebagian daerah-daerah yang sebenarnya sangat miskin?

Dunia kuliah membawa saya ke dalam perjalanan yang menuju realitas masyarakat yang nyata yang sangat dalam dan tidak ditutup tutupi. Ketika saya bergabung dengan Unair Mengajar, saya melihat bagaimana bobroknya pendidikan. Jawa Timur merupakan provinsi dengan kualitas pendidikan yang cukup mumpuni dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Salah satu keberhasilan pendidikan  adalah menuntaskan angka partisipasi kasar dan murni mutu pendidikan hingga minimial mencapai 95%. Jawa Timur mampu mendapatkan 73,77%. Artinya ini capaian yang cukup baik. Dan masih banyak lagi data-data yang menunjukan keberhasilan Jawa Timur dalam hal pendidikan.

Namun lagi-lagi itu hanyalah data. Saya sendiri melihat di Surabaya terutama di daerah utara, masih banyak peserta didik yang masih belum bisa perkalian di kelas 5, belum bisa membaca di kelas 1 dan masih banyak lagi. Namun secara akademis Surabaya sebagai kota besar masih lebih baik dibandingkan di daerah. Berikut saya akan sedikit ceritakan pengalaman saya di daerah-daerah Jawa Timur mengenai sekolah dasar yang tertinggal.

Beberapa sekolah pernah saya kunjungi adalah:
  1.  SDN Gondang Tapen (Jolosutro) Blitar (Mengajar 3 Minggu)
  2.  SDN Gebang 2 Sidoarjo (Mengajar 1 hari)
  3.  SDN Dalegan 3 Gresik (Survey)
  4.  SDN Ringin Rejo 3 Probolinggo (Survey)
  5.  SDN Ngrejo 4 Tulungagung (Survey)



Pengalaman Berkunjung (Realitas)

11.  SDN Gondang Tapen (Jolosutro)  Blitar

Di SDN ini saya cukup tercekang karena pertama kalinya melihat sekolah yang berbeda juh fasilitasnya dengan kebanyakan sekolah yang pernah saya liat di kota. Sekolah ini pada waktu saya datang hanya memiliki 3 ruang kelas. 1 ruang dipakai kelas 1 & 2. Ruang selanjutnya dipakai kelas 3, 4, & 5 dan selnjutnya khusus untuk kelas 6. Guru yang mengajar pun hanya 3 orang yang aktif. Sungguh miris ketika melihat sekolah tersebut.
Selama mengajar  minggu di SD ini saya melihat bagaimana anak-anak disana begitu semangat belajar dengan segala keterbatasan, melihat perjuangan guru dalam mengajar, masyarakat disana dan banyak lagi.
SD ini terletak di daerah pantai jolosutro blitar, masyarakat kebanyakan petani dan nelayan dengan pendidikan rata-rata SD. Banyak dari anak mereka yang tidak melanjutkan ke SMP karena alasan ekonomi dan sekolah SMP yang jauh. Cukup terisolir memang tempat ini. Namun sekarang ini banyak komunitas-komunitas yang peduli untuk membantu daerah ini.

22. SDN Gebang 2 Sidoarjo

S          Sidoarjo sebagai kota yang cukup besar karena berdekatan dengan Surabaya, saya mengira tidak mungkin ada sekolah tertinggal. Namun kenyataannya, saya harus mengendarai sepeda motor sekitar setengah jam dari jalan raya menuju tambak, dan dari tambah menuju sekolah saya menggunakan perahu. Saya harus menyebrangi sungai selama setengah jam.

S           Sekolah terbuat dari kayu. Lapangannya bisa terendam air karena pasang sungai. Kondisi ruang kelas sangatlah panas dan pernuh dengan kayu tua. Hanya ada sekitar 30an murid kalau tidak salah. Dan yaaaaaa, cukup mencengangkan ada sekolah seperti ini di Sidoarjo. Saya rasa semua orang perlu tau SD ini.

33. SDN Dalegan 3 Gresik
Waktu Survey: 19 Januari 2017
Sby – Gresik (SDN Dalegan 3) butuh waktu 3 Jam menggunakan Sepeda motor dengan kondisi tidak mengetahui jalan. Dan waktu survei satu jam. Jadi dari jam 12 – 4.

Hasil Survey
·       Kondisi Geografis:
Tempat survey (SD Dalegan 3) berada di dekat pantai dalegan (sekitar 1 km), bukit kapur (15 km), sungai bengawan solo (10 km), dan di kelilingi sawah, bambu liar dan juga tambak. Jalanan dari kota gresik menuju kecamatan masih lumayan lancar dan jalan tidak rusak (jalanan berupa aspal). Tapi saat menuju SD, jalanan sangat sulit dilalui mobil karena jalan yang masih terbuat dari tanah atau kondisi jalan berlumpur ketika hujan. SDN 3 Delegan berada di sebelah sekolah MI dan rumah warga.

·         Fasilitas Sekolah:
Sekolah memiliki 1 ruang guru, 1 musola, 1 toilet, 1 ruang untuk kelas 6, 1 ruang untuk kelas 5, 1 ruang untuk kelas 3 dan 4 ( satu ruangan dibagi jadi dua dibatasi dengan papan triplek), 1 ruang untuk kelas 1 dan 2 ( satu ruangan dibagi jadi dua dibatasi dengan papan triplek), 1 lapangan voli/futsal. Bangku – bangku terbuat dari kayu yang lumayan rusak dan papan tulis hitam. Kondisi kelas sangat berdebu.

·         Sumber daya Guru: ada 9 guru. Guru terdekat di sekolah bernama pak azam ( rumahnya ke utara dekat tikungan bertembok putih. Selain itu rumah guru agak jauh dan dari berbagai daerah.

·         Jumlah Murid: ada 30 anak.

·         Tipe Masyarakat: masyarakat kebanyakan bekerja sebagai petani. Masyarakat agak sedikit tertutup karena mungkin jarang ada orang masuk daerah tersebut. Bahasa yang digunakan bahasa jawa. Rumah disana kebanyakan dari kayu.

·         Pemerintah setempat: Rumah kepala sekolah dekat pintu masuk jalan menuju SD sekitar 700m. Ketua RT RW berdekatan dengan sekolah sekitar 300 meter. Kantor kepala desa ada di dekat wisata pantai Delegan dekat SDN 1 Delegan. Kantor dusun ada di utara SDN 3 Dalegan sekitar 500m. UPTD jl. Jaksa Agung Suprapto no 5 Bedilan kec Gresik. Dinas Pendidikan Jl Arif Rahman hakim no 2 Sidokumpul.


·         Saran:

          SDN 3 Dalegan secara fasilitas dan sumber daya sangat membutuh bantuan pengajaran. Untuk perizinan lebih lanjut bisa mengubungi CP diatas. Sebelum melakukan program disana lebih baik survei atau perizinan lagi mengenai tempat tinggal (biasanya tinggal di kantor dusun atau kepala desa, jadi bisa hubungi kepala desa atau ketua RT/RW disana nanti).
    
         Survey sebaiknya berangkat pagi habis subuh dan di hari senin-kamis, sehingga disana bisa bertemu pihak sekolah, dan pemerintah setempat saat jam kerja. Lebih baik gunakan sepeda motor agar mobilitas lebih mudah. Persiapkan alat dokumentasi.

44. SDN Ringin Rejo 3 Probolinggo

Waktu Survey: 28 Januari 2017
Sby – Probolonggi (SDN Ringin Rejo 3) butuh waktu 8 Jam menggunakan Mobil.

Hasil Survey

·         Kondisi Geografis: terletak di daerah dekat wisata Rano agung, daerah perbukitan dekat waduk. Jalan menuju SD dari kota probolinggo sangatlah susah karena daerah dekat SD jalanan berbatu naik turun.

·         Fasilitas Sekolah: ada 6 ruang kelas dan satu ruang guru. Terdapat lapangan kecil untuk dapat bermain bola. Papan tulis hitam.


·         Tipe Masyarakat: masyarakat berbahasa Madura.

·         Saran: mungkin lain kali bisa kesini jika jalan sudah lumayan, Mungkin fasilitas lumayan di daerah sini tapi sepertinya juga perlu mendapat bantuan pendidikan dalam hal bahasa


55. SDN Ngrejo 4 Tulungagung


Waktu Survey:  Januari 2017

Sby – Tulungagung (SDN Ngrejo 4) butuh waktu 9 Jam menggunakan Mobil.

Hasil Survey
·         Kondisi Geografis: Jalan menuju lokasi naik turun dengan kemiringan yang cukup tinggi jalanan agak sedikit berbatu (jalanan aspal rusak). 
·    
F      Fasilitas Sekolah: terdapat 6 kelas dan 1 ruang guru, masih menggunakan papan hitam
·    
       Sumber daya Guru: 9
·     
        Jumlah Murid: 30
     
     Tipe Masyarakat: Sepertinya jarang dikunjungi orang luar karena jalanan yang rusak, parah dan curam
·  
   Pemerintah setempat: Dekat dengan UPTD masalah perizinan tinggal ngirim surat pengantar ke dispendik kota lalu turun ke uptd


Kesimpulan

       Seperti itulah gambaran sekolah tertinggal di Jawa Timur. Masih banyak lagi yang belum saya kunjungi dan saya tau. Saya ingin sekali melihat sekolah yang ada di Jombang yang harus menyebrangi sungai dan katanya sangat parah disana. Dan karena keterbatasan, diskripsi yang saya coba gambarkan pun mungkin kurang. Saya sarankan untuk merasakan dan melihat langsung bagaimana kondisinya sekarang (saya harap sekarang sudah lebih baik).

     Hemat saya, sekolah-sekolah tersebut butuh bantuan kalian semua. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Tapi kita semua. Semua orang berhak mempunyai pendidikan. Karena pendidikanlah yang menjadikan manusia itu manusia. Pendidikan merupakan tonggak dari segala tindakan, sikap dan semua hal yang dimiliki manusia.

-         -  Jangan pernah mencela kegelapan, nyalakan lilin dan buat perubahan -



Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


           Sebuah perjalanan yang menyenangkan semester 6 ini. Meskipun menyedihkan untuk satu hal, ketika kenyataan tak sesuai harapan (kecewa). Namun akan ada kebahagiaan yang perlu disyukuri benar-benar.


Berat ketika harus melangkah untuk sesuatu yang baru,
ketika semua kenangan begitu indah
Memikirkan setiap detik bagaimana sebelumnya  pernah bahagia
Tak kuasa ketika takdir mengatakan “iya inilah waktunya”
Dan hati masih berkata “tunggu sebentar”
Lantas hanyalah diri ini yang  mampu bertasbih,
Kepada harapan, agar waktu bisa diulang
Tapi jika ini jalan Tuhan, mengapa harus dipaksakan

Sebuah rentetan penyesalan selalu mengingatkan
Akan betapa lelahnya perjuangan tanpa balas yang sepadan
Bukan karena tak bisa mengikhlaskan,
Tapi mengapa begitu manis tapi melenakan
Dibiarkan terjun sendirian tanpa pengaman

Sungguh, betapa mengikatnya kenangan
Membuat keputusan untuk melupakan menjadi bimbang
Apakah ini rasanya dikuasai perasaan
Terjebak di musim gugur dan melihat daun berguguran
Melupakan musim semi yang begitu banyak bunga bermekaran.

Semoga Bunga, Hujan,dan  semua  yang diberikan-Nya menyembuhkan
Menghapus semua pengharapan
Memberikan hidayah pada setiap perjalanan
Sehingga jatuh pun tak kan lagi sakit
Kenangan pun tak lagi menghambat
Masa lalu pun menjadi sahabat
Merangkul masa depan untuk menjadi hebat

Masih banyak hal yang perlu disykuri,
Daripada harus terus meratapi
Samudera kebahagian masih begitu luas,
Dibandingkan setetes masalah yang selalu memeras
Pelopponesus yang begitu keras pun menghasilkan intan
Kesabaran pun pada akhirnya memberikan keberuntungan

Terimakasih atas semua pelajaran
Entah apa yang terjadi di masa depan
Semoga tak menjadi dendam atau ajang pembuktian
Inilah hidup, beribadah dalam keikhlasan
Berbahagia dalam setiap cobaan
Besama keluarga, teman, dan orang tersayang
Menuju berkah yang diberikan  Tuhan

- Yoga Dewa -
7. 7. 2017

Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar


Perjuangan Hak Wanita

    Perjuangan feminisme saat ini sudah semakin di atas awan, banyak sekali sistem, nilai, norma, peraturan, hukum yang mengatur mengenai persamaan hak laki-laki dan perempuan. Undang-undang menyebutkan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang layak. Persatuan Bangsa-Bangsa dalam setiap point di Suistinable Development Goals pun juga menyebutkan persamaan laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan hak yang sama.

      Sekarang ini rasanya wanita perlu mensyukuri apa yang sudah dilakukan R.A Kartini pemerjuang hak wanita lainnya. Megawati Sukarno Putri (Indonesia), Gloria Macapagal Arroyo (Philipina), Shek Hazina (Bangladesh), Benazir Bhuto (Pakistan), Indira Gandhi, Sonia Gandhi (India), dan lain-lain memberikan penegasan bahwa wanita dapat tampil sebagai aktor yang memiliki kekuatan dan kemampuan untuk memimpin suatu masyarakat dan bahkan menjadi top leader bagi bangsanya.

   Kembali membahas R.A Kartini, meskipun hanya memperoleh pendidikan tingkat Elementary School yaitu Europesche Lagere School, namun Kartini telah dapat menguasai bahasa Belanda sehingga ia memiliki modal pengetahuan yang cukup untuk berhubungan dengan dunia modern. Komunikasinya dengan teman-temannya di Eropa dilakukan lewat surat-menyurat dalam bahasa Belanda .

  Kartini mengungkapkan pemikiran-pemikirannya tentang nasionalisme dan perjuangan untuk meningkatkan derajat bangsa Indonesia. Surat-surat Kartini kemudian dikumpulkan dan dibukukan oleh JH Abendanon, dengan judul Door Duisternis tot Licht. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Armin Pane dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Sementara itu Agnes Louise Symmers men-terjemahkannya ke dalam bahasa Inggris dengan judul Letters of A Javanese Princess.

  Menurut Kartini dalam surat-suratnya, keadaan wanita Indonesia pada zaman tersebut sangat memprihatinkan karena terbelenggu oleh hukum adat yang sangat bias terhadap jender. Pada zaman Kartini wanita merupakan makhluk inferior bila dibandingkan pria. Mereka tidak diperkenankan untuk tamil dalam kegitan-kegiatan publik. Mereka juga tidak mendapat pendidikan secara layak. Di samping itu adanya kawin paksa merupakan sebuah pemberangusan terhadap kebebasan gadis-gadis untuk menentukan sendiri calon suaminya. Kartini juga mengkritisi maraknya poligami yang dilakukan oleh para bangsawan Jawa pada masa tersebut. Menurut Kartini ini semua merupakan sebuah konstruk budaya yang sangat tidak adil. Jika diruntut, perjuangan dulu begitu besar dampaknya pada feminisme atau perjuangan hak wanita saat ini.

Fenomena

   Masalahnya sekarang ini, penulis melihat beberapa wanita justru ingin diistimewakan. Penulis melihat masih banyak fenomena wanita yang justru melegitimasi label bahwa laki-laki yang lebih kuat. Banyak sekali porsi pekerjaan yang berkaitan dengan tenaga selalu diberikan kepada laki-laki. Mereka, mungkin tipe wanita yang tidak menghargai perjuangan R.A. Kartini dan kawan-kawan.

     Fenomena yang terjadi juga berkaitan dengan kuasa perempuan yang berlebihan. Karena mungkin sudah diatas awan mengenai perjuangan feminisme, beberapa wanita mungkin masih membanggakan masa lalu dan tidak perlu merasa berjuang lagi.

Contoh saja, kekerasan yang terjadi didalam rumah tangga kadang kala berawal dari pertengkaran sampai berujung pada matinya korban. Sebagai contoh kasus yang terjadi di Lampung Barat Liwa . Selanjutnya seperti dalam Sinetron Suami-Suami Takut Istri, meskipun hanya cerita buatan, tapi fakta tersebut memang ada dalam kehidupan masyarakat. Memang sedikit kasus mengenai wanita yang mendominasi laki-laki, tapi sedikit ada memang faktanya.

Kata Bijak Penulis

    Saya tidak mungkin menyimpulkan bahwa semua wanita sama, TIDAK. Semua wanita berbeda, Namun saya kagum dengan wanita yang mampu merdeka untuk dirinya, keluarga dan orang di sekitarnya. Laki-laki dan perempuan memang memiliki hak yang sama dalam banyak hal. Tapi bukan berarti semua harus sama kan?, Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan itu berbeda karena ada yang berbeda kan?.

   Bukan untuk saling menguasai satu sama lain, tapi saling mengisi. Tidak perlu berfikiran negatif ketika ada wanita yang mengurus rumah tangga, ya mungkin memang keahliannya disitu. Dan juga jangan berfikiran negatif kepada wanita berkarir, semua itu jalan hidup. Jalan hidup seseorang berbeda-beda. Tidak perlu perdebatan, saling menghormati antara laki-laki dan perempuan adalah yang terbaik.


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Terulang.  Suasana hampa penuh emosional. Menatap kaca, seolah sepi sendiri tanpa makna. Siklus hidup yang selalu membawa pengharapan, kadang sirna karena kenyataan.

Bingung. Entah apakah arti dari memandang diri sendiri, menatap langit, menginjak bumi dan menggenggam tangan. Mempertanyakan apakah senja benar berwarna “orange” atau berwarna jingga. Malam apakah bewarna “hitam” atau berarna bulan. Sungguh indah, Namun kadang menyiksa.

Berpikir. Diskursus ilmu pengetahuan dan paradoksial masih saja membingungkan. Penghianatan intelektual membuka pada suasana utopis penuh keputusasaan. Perselingkuhan pada moral menggulingkan niatan merubah keadaan. Sungguh apa yang harus dipikirkan? Berpikirlah.

Berlutut. Ketidakpastian tentang arti yang sebenarnya akan menjadi kesakitan yang perih, jika berakhir tidak bahagia. Begitu pas belum tentu terikat. Begitu indahnya ode yang dikatakan tak menjamin surga. Maya mungkin tak nyata. Nyata pun mungkin tak sempurna. Tak sesempurna sakit yang terbayar indah.

Menggenggam. Hanyalah sementara, namun begitu hangat terasa. Suasana dunia membuat tindakan hanyalah fana dan kata hanyalah canda atau mungkin janji semata. Pengaharapan mengenai tujuan sebenarnya hanyalah kabut semata. Bergerak adalah yang terasa namun sering dihiraukan. Seperti tak terlihatnya warna violet muda pada bunga kaktus di siang hari. Gurun pun dengan mudah menipu semua mata yang tertuju.

Berjalan. Proses adalah sama dengan kehidupan. Akhir, tidak ada bedanya dengan kemungkinan-kemungkinan. Bukan bualan, ini fiksi yang nyata tentang kehidupan. Pengembalian yang diberikan Tuhan menjadi pelajaran yang seharusnya berjalan. Berjalan.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About Me

Yoga Dewa

(Sociologist)

Focus on Community Development, Education, New Social Movement

Instagram: @Yogantarawa

Labels

  • CERPEN
  • MY ART
  • OPINI
  • Puisi
  • REKOMENDASI
  • TIPS AND TRICK

recent posts

Sponsor

Flag Counter

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  October (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  May (3)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (22)
    • ►  December (1)
    • ►  September (6)
    • ►  August (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (3)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2018 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ▼  2017 (16)
    • ▼  November (1)
      • Sebuah Opini: “Agama Baru” Masyarakat Modern; Demo...
    • ►  October (4)
      • Eksperiman Sosial (Part1): Topik Pembicaraan
      • Sebuah Puisi: Doa Bulan Juni
      • Proses Perjalanan Sang Pembelajar
      • Opini: Pendidikan Nasionalisme Bernafaskan Religiu...
    • ►  September (1)
      • OPINI: PENDIDIKAN TERTINGGAL DI TIMUR JAWA DWIPA
    • ►  July (2)
      • Sebuah Puisi: Memaknai Sebuah Kekecewaan
      • OPINI: Perjuangan Hak Wanita Saat ini
    • ►  May (5)
      • SEBUAH CERPIS (CERPEN PUISI): DE JAVU
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (27)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (9)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (5)
  • ►  2015 (8)
    • ►  December (7)
    • ►  October (1)
  • ►  2014 (11)
    • ►  August (2)
    • ►  July (4)
    • ►  June (5)

Created with by BeautyTemplates| Distributed By Gooyaabi Templates