Anteposterior

(n) Tempat Dimana Dapat Berbagi Pikiran Dan Perasaan

Bulan Ramadhan menjadi bulan yang penuh berkah bagi seluruh bangsa Indonesia. karena pada saat 9 Ramadhan, bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian, bulan Ramadhan menjadi salah satu bulan yang membuat kemajuan bangsa. Dan menjadi hadiah terindah bagi bangsa Indonesia.

Pada saat bulan Ramadhan, semua orang menjadi sangat bersemangat untuk berbuat kebaikan. Salah satu semangat yang dapat diambil dari bulan ramadhan adalah semangat untuk saling berbagi kepada sesama. Indahnya di Indonesia, berbagi menjadi sebuah budaya yang telah menjadi ciri khas terutama pada saat bulan ramadhan. Jika disadari, banyak sekali masyarakat berbondong – bondong memberikan sedikit hartanya untuk saling berbagi  makanan dan minuman pada saat berbuka ataupun pada saat sahur. Mulai dari anak kecil hingga dewasa, individu maupun komunitas/lembaga/organisasi, mereka semua tergerak hatinya untuk membantu sesama.

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin Indonesia pada periode September mencapai 28,51 juta orang atau 11,3 persen dari total jumlah penduduk. Meskipun begitu, tak mengurungkan niat masyarakat Indonesia untuk saling berbagi di bulan Ramadhan. Pada saat berbuka ataupun saat sahur, tempat - tempat seperti masjid, jalanan, sekolah, alun – alun dan lain – lain menjadi tempat berbagi yang sangat ramai.

Bukan hanya umat islam saja, seluruh agama di Indonesia juga turut serta bergerak untuk berbagi dalam satu harmoni. Hal inilah yang menjadi dasar sebuah kemajuan bangsa yaitu semangat berbagi dalam masyarakat multikulturalisme. Adanya kepedulian berbagi meski berbeda agama dan suku bangsa telah menyatukan masyarakat Indonesia di bulan Ramadhan. 

Semangat berbagi dalam bulan Ramadhan inilah yang nantinya menjadi inspirai bagi individu ataupun kelompok untuk menyalurkan semangat berbagi setelah bulan ramadhan. Dengan jumlah penduduk yang mayoritas adalah usia produktif, banyak sekali anak muda yang bersama – sama membangun sebuah gerakan berbagi. Gerakan ini telah berkembang tidak hanya saat ramadhan tapi di setiap bulan. Artinya semangat berbagi di bulan Ramadhan telah menggerakan bangsa untuk membangun negeri sendiri.     

Berbagi bukan dalam satu berarti hanya berbagi makanan saja, konsep berbagi menjadi sangat luas seperti berbagi pekerjaan, berbagi ilmu, berbagi semangat dan lain – lain. Terbukti jika diamati, banyak sekali gerakan – gerakan yang bergerak di bidang pendidikan, di bidang ekonomi, ataupun di bidang sosial dan lain – lain. Dan kebanyakan diantara pendiri – pendiri gerakan – gerakan tersebut adalah anak muda yang peduli dan memiliki kreativitas yang tinggi.

Pengembangan konsep tersebut tidak lepas dari peran bulan Ramadhan dalam memberikan semangat berbagi untuk negeri. Banyaknya komunitas/lembaga/organisasi maupun individu yang berbagi telah menginspirasi banyak orang untuk juga berbagi. Tak hanya pada saat bulan Ramadhan, masyarakat telah peduli dan bergerak untuk berbagi kepada negeri.


Penulis: Oktavimega Yoga Guntaradewa

Instagram: @Yogantarawa
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Bagi mahasiswa, korupsi yang dilakukan oleh para pemerintah begitu biadab sehingga dianggap sebagai perbuatan kriminal kelas luar biasa. Mahasiswa juga menganggap korupsi sebagai perbuatan yang sangat merugikan negara. Demo besar – besaran sering dilakukan mahasiswa kepada pemeintah yang tidak jujur dan yang sering melakukan praktik – praktik korupsi. segala macam protes telah dilakukan mahasiswa sebagai the agent of change.

Hal yang ingin saya bahas kali ini bukan bermaksud membenarkan apa yang telah dilakukan koruptor. Dan juga bukan bermaksud menyalahkan balik mahasiswa. Tapi, sekedar mengingatkan kepada mahasiswa mengenai sisi lain dari mahasiswa yang sangat baik memperjuangkan rakyat. Acapkali mahasiswa terlalu sibuk protes akan korupsi, namun lupa berkaca akan diri sendiri.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, mungkin dari siswa SD sampai mahasiswa kita sering mendapati ada beberapa teman kita yang mencontek. Padahal dari SD telah diajarkan bahwa mencontek atau mencuri jawaban adalah perbuatan curang/tercela/buruk. Namun kenapa masih banyak siswa yang masih melakukan itu?. Setiap manusia selalu memiliki alasan tertentu ketika hendak melakukan sesuatu.  Mereka mencontek karena ingin mendapatkan nilai baik. Nilai baik inilah nyang sering dinilai masyarakat dan khususnya orang tua adalah hal yang membanggakan atau sebuah prestasi.

Hal ini tidak ada salahnya memang. Tapi terkadang karena ingin mendapatkan pujian teman, guru, orangtua atau sekedar mencari rasa aman agar tidak dimarahi orang tua, mereka melakukan segala cara termasuk mencotek.

Bahkan budaya mencontek ini bisa sampai terus dilakukan sampai mahasiswa. Demi mendapatkan nilai ip yang tinggi agar bisa kerja enak nantinya atau ingin mendapatkan beasiswa dan lain – lain, banyak dari mahasiswa juga melakukan cara cepat yaitu mencontek. Mencontek mungkin sudah  menjadi sebuah kebiasaan yang memang banyak sekali yang dapat menerima itu. Sehingga sanksi sosial yang diberikan terkadang tidaklah berat dan kontrol sosial juga begitu lemah.

Persamaan dari mencontek dan korupsi adalah keduanya sama – sama perbuatan tercela. Dan juga keduanya dilakukan atas dasar ingin membuat orang disekitarnya mengakui dirinya. Jika menontek ingin mendapatkan nilai baik agar disayang orang tua. Maka korupsi mungkin saja dilakukan koruptor karena ingin mendapatkan uang banyak dan dapat membahagiakan keluarganya dengan uang tersebut

Perbedaannya adalah mencontek sering dilakukan pelajar dan korupsi sering dilakukan oleh pemerintah atau orang dengan jabatan tinggi atau yang bukan pelajar lagi. Dan juga jenis perilaku, sanksi dan kontrol sosial masyarakat yang berbeda. Namun sebenarnya mencontek dan korupsi adalah saling berhubungan seperti telur dan ayam. Bayangkan saja ketika SD sampai Mahasiswa mencontek setelah lulus apakah tidak ada indikasi berbuat korupsi?. Apakah hasil korupsi tidak mempengaruhi perilaku anaknya atau penerusnya nanti?. Hal demikian akan terus berhubungan dan berklanjutan jika tidak segera dihentikan.

Jangan pernah mengutuk kegelapan, tapi nyalakan lilin untuk menerangi kegelapan meskipun sedikit. Mungkin itulah pepatah yang tepat kepada mahasiswa. Berhentilah mengutuk ketidakbenaran diluar sana jika diri masih sama sebenarnya. Perbaiki diri dan pengaruhilah lingkungan mungkin itu adalah sebuah langkah yang tepat. 


Penulis: Oktavimega Yoga Guntaradewa

Instagram: @Yogantarawa

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Hujan Yang Rindu

Hujan seringkali menangis akhir – akhir ini
Apakah dia gundah gelisah?
Apakah sengaja menemaniku?
Ataukah sebenarnya hanya ingin menghibur tanah yang tak kunjung basah?

Hadirmu menyejukkan saat datang
Entah kenpa selalu datang malam
Padahal aku merindu dari pagi hingga siang
Sore tak begitu, karena senja begitu terang
Bukan bermaksud mendua
Hanya saja, tak ingin merepotkan

Mereka bilang saat kemarau kau tak datang
Ternyata tidak juga
Kata mereka pula kau selalu datang saat penghujan
Ternyata tidak juga

Ku tak ingin mengharap sekarang
Ku juga tak ingin mengejar
Biarlah engkau datang sendiri
Pada puncak kerinduan

Penulis: Oktavimega Yoga Guntaradewa
Instagram: Yogantarawa

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Tidur, Bermimpi, Terbangun, Bangkit

Malam telah menjemput
Aku tertidur lalu bermimpi
Bermimpi tak jelas
Aku terbangun namun semua berbeda
Kulihat sekeliling padang pasir begitu luas
Suasana begitu panas
Terik matahari begitu menyengat
Teringat akan dosa
Teringat akan dunia
Tak ada satupun orang di sekeliling
Aku berjalan lurus dalam pandangan kedepan
Aku terus berjalan
Hingga aku mulai lelah dan terjatuh

Aku tertidur
Dan bermimpi
Mimpi yang indah akan masa depan
Aku terbangun aku berada dalam lingkaran
Seperti bunderan jalan
Aku berjalan memutar
Namun jalan seolah berputar
terbalik dari arah jalanku
aku terjatuh
namun masih berusaha bangkit
kulihat sekeliling
keluarga dan teman
berusaha menyemangatiku
aku tak kuat lalu jatuh

aku tertidur
lalu bermimpi
mimpi akan surga
aku terbangun
kulihat sekeliling
semua hampa
tanpa keluarga dan teman
tanpa jalan
tanpa ruang
beberapa orang tiba tiba datang
namun tak menemuiku
hanya lewat
ku coba tanya
pada salah satu perempuan
dia tidak mau menjawab
padahal aku hanya ingin tanya
dia mungkin berfikir negatif
ku coba lagi ke orang lain
mereka pun sama
banyak yang sudah kutanya
banyak macam pula responnya
tak ada satupun menjawab
beberapa hanya menoleh
beberapa tak menghiraukan
beberapa hanya diam

aku berputar dalam pencarian jawab
terus berputar
hingga pada saatnya aku tertidur
lalu bangun
hanya mimpi ternyata

aku coba bangun
tapi tak bisa
aku takut
aku tertidur lagi
aku terbangun
ternyata hanya bermimpi
aku bangun dan membuka jendela
keluar kamar
dan disitu banyak sekali keluarga
teman juga

tiba – tiba aku terbangun
ternyata semua mimpi
bingung
tapi nyatanya aku bermimpi
terus
aku merenung
lalu beraktivitas seperti biasa


Penulis: Oktavimega Yoga Guntaradewa
Instagram: @Yogantarawa


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

SURUTNYA ESENSI ORGANISASI MAHASISWA

Jika boleh sedikit subjektif, organisasi sekarang ini semakin redup esensinya. Organsisasi seolah hanya tempat mencari keuntungan diri apalagi terkadang bersifat individualis. Contohnya saja hanya ingin mencari sertifikat agar nanti waktu kerja dapat memunculkannya dalam CV. Atau lebih parah lagi hanya ingin mengisi waktu luang dan selebihnya pamer di sosmed.

Tak menjadi masalah semua alasan tersebut secara personal, tapi secara sosial itu bermasalah. masalahnya adalah ketika individu tersebut dapat mempengaruhi kinerja individu atau kelompok. Sama halnya sebuah mesin  mobil lamborgini, jika salah satu bagian dari mesin itu bukan bagian dari mesin tersebut maka akan sulit bagi mesin untuk bergerak bebas.

Esensi organsisasi menjadi sangat penting karena di dalamnya seharusnya banyak sekali pembelajaran softskill yang didapat. Misalnya saja, masalah ketepatan waktu, cara berkomunikasi dengan orang, kedisplinan, cara mengkoordinasi sesuatu dan lain – lain. Dewasa ini, saya rasakan itu semua hilang. Banyak dari mahasiswa yang ikut organsisasi tak memiliki softskill tersebut. Entah karena komitmen yang terlalu individualis. Atau mungkin ambisi, semangat, hasrat yang membuat esensi tersebut telah hilang. Atau mungkin juga dampak globalisasi? Dengan segala pengaruh budaya, sosial, teknologi dan lain – lain.

Fenomena banyaknya mahasiswa yang memiliki banyak organisasi juga sebuah hal yang menarik. Mereka begitu super kuatnya membagi pikiran, tenaga dan hati mereka untuk banyak sekali organsisasi. Positifnya, hal demikian dapat memberikan banyak pengalaman atau ilmu sehingga dapat dibuat pembelajaran di setiap organisasi yang ia sedang pegang. Negatifnya, kembali ke topik pembahasan kali ini adalah kehilangan esensi dari aktivitas berorganisasi. Panjang sebetulnya jika harus membahas mengenai hilangnya esensi berorganisasi.

Intinya adalah hilangnya esensi ini jangan sampai diacuhkan. Masyarakat dewasa ini lebih banyak melakukan tindakan rasional yang memiliki nilai, tapi apakah sebagai mahkluk sosial nilai itu hanya berorientasi ke arah individualis?. Tentu saja tidak, berorganisasi bukan semata hanya mengembangkan diri tapi juga mengembangkan organisasi , seluruh anggota dan lingkungan sekitar. Menjadi anggota organisasi akan sangat rugi jika tak mempelajari itu semua. Esensi ini jangan sampai termakan oleh prestige apalagi dengan perkembangan zaman.

Penulis: Oktavimega Yoga Guntaradewa
Instagram: @Yogantarawa







Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Seolah dalam himpitan tank - tank panzer besar buatan jerman. Seorang ibu penjual kelontong di desa Pecantingan – Sidoarjo, berjualan dalam himpitan toko – toko besar seperti Alfamart dan Indomart. Dengan berjualan barang yang sama dan lokasi penjualan yang sangat berdekatan, membuat peluang mendapatkan laba yang besar menjadi kurang. Apalagi, jika pesaing – pesaing usaha  adalah para pemilik modal besar.

Suasana kapitalisme yang memenuhi setiap sudut penjualan di pasar, Ibu tersebut mampu tetap berjualan dengan menyewa tempat 15m2 meskipun tidak selaris dulu ketika belum ada usaha dagang besar disekitarnya. Ibu yang berumur sekitar 60 tahun itu telah berjualan sangat lama ketika ketiga anak beliau masih sekolah. Dalam berjualan beliau juga berpedoman bahwasannya dia berjualan hanya untuk mengisi waktu luang dan mendapatkan uang untuk kebutuhan dirinya sendiri. Meskipun dihimpit persaingan, Ibu ini tidak merasa bersaing karena beliau berfikiran bahwa rejeki itu Tuhan yang mengatur.

“Namanya rejeki Tuhan yang ngatur mas biarin aja.” Ujarnya.

Dalam sempitnya toko yang ia sewa, dengan harga sewa sebesar 3 juta per tahun. Ibu  yang sudah cukup tua ini hanya bekerja setengah hari dari pagi sampai siang. Konsumennya kebanyakan dari kampung sekitar dan perumahan depan toko beliau. Dengan suasana tempat yang cukup ramai itulah beliau masih mampu bertahan dalam himpitan persaingan dagang yang begitu ketat. Meskipun begitu, Laba bersih yang beliau peroleh masih cukup untuk memenuhi kebutuhan ibu dan suaminya. Dan dari hasil usaha ibu pada waktu dulu ketika masih laris dan belum ada usaha dagang besar, beliau juga mampu menyekolahkan ketiga anaknya sampai jenjang S1.

Meskipun mendapatkan laba kecil, hal ini tidak membuatnya menyerah berjualan.  Berhasil menguliahkan ketiga anaknya sampai jenjang S1, membuat Ibu ini mendapatkan hasilnya sekarang. Meskipun ketiga anaknya selalu mengirimkan uang, tidak membuat beliau berhenti bekerja. Beliau masih tetap berjualan dengan kekuatan tubuh yang tidak sekuat dulu karena usia beliau yang sudah cukup tua. Dan berjualan berdampingan dengan toko – toko besar yang menyaingi usaha beliau.

Seperti halnya dengan penjual yang lain Ibu ini juga memiliki banyak konsumen tetap. Cara yang beliau gunakan untuk membuat pelanggan membeli ditempatnya adalah dengan menyapa dan bercengkrama ringan dengan pelanggan. Ibu itu terkadang juga memperhatikan pembeli yang membeli jualan. Seperti contoh, Ibu tersebut terkadang memberikan saran untuk membeli kopi dengan air panas. Karena dengan membeli kopi dengan air dingin maka akan mengganggu lambung atau kesehatan pembeli.

Apalagi jika pembelinya anak kecil, Ibu juga memperhatikan apa yang mereka beli. Jika yang dibeli adalah rokok atau barang dagangan semacamnya yang berbahaya bagi anak kecil. Maka beliau selalu menanyakan untuk apa dan siapa barang itu dibeli. Karena beliau cemas sekali ketika barang dagangan yang berbahaya bagi anak kecil tersebut disalahgunakan. Sepertinya jiwa seorang ibu yang sangat melindungi dan penuh kasih sayang yang beliau gunakan untuk berjualan, telah mengikat hati para pembeli untuk datang kembali.

Dengan persaingan pasar dewasa ini yang dirasa begitu ketat. Para pemilik modal besar akan sangat mudah melibas para pemilik modal kecil. Hal tersebut terkadang membuat etika para penjual usaha dagang dengan modal kecil luntur. Sehingga para penjual dewasa ini sering sekali melakukan segala cara untuk mendapatkan untung. Namun hal itu berbeda dengan Ibu yang satu ini, dengan tujuan berjualan yang tidak merasa bersaing dan menggunakan cara – cara berjualan yang baik, beliau patut di aprisiasi. Dan beliau juga masih eksis atau bertahan untuk tetap berjualan di era hutan rimba, dimana yang kuat akan mengalahkan yang lemah dan ketika tidak mampu bertahan maka akan punah.



Penulis: Oktavimega Yoga Guntaradewa

Instagram: @Yogantarawa

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About Me

Yoga Dewa

(Sociologist)

Focus on Community Development, Education, New Social Movement

Instagram: @Yogantarawa

Labels

  • CERPEN
  • MY ART
  • OPINI
  • Puisi
  • REKOMENDASI
  • TIPS AND TRICK

recent posts

Sponsor

Flag Counter

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  October (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  May (3)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2019 (22)
    • ►  December (1)
    • ►  September (6)
    • ►  August (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (3)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2018 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (16)
    • ►  November (1)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (2)
    • ►  May (5)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ▼  2016 (27)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ▼  June (9)
      • OPINI BULAN RAMADHAN: GERAKAN BERBAGI UNTUK NEGERI
      • Sebuah Opini: Mencontek Dan Korupsi
      • Sebuah Puisi: Hujan Yang Rindu
      • Sebuah Puisi: Tidur, Bermimpi, Terbangun, Bangkit
      • SEBUAH OPINI: SURUTNYA ESENSI ORGANISASI MAHASISWA
      • Eksistensi Usaha Dagang Kecil Di Tengah Persaingan...
      • Sebuah Puisi: Kutulis Rindu
      • Analisis Film: Superhero “Civil War” Sebagai Buday...
      • Sebuah Opini: Arena Publik Sebagai Pemicu Kebijakan
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (2)
    • ►  February (3)
    • ►  January (5)
  • ►  2015 (8)
    • ►  December (7)
    • ►  October (1)
  • ►  2014 (11)
    • ►  August (2)
    • ►  July (4)
    • ►  June (5)

Created with by BeautyTemplates| Distributed By Gooyaabi Templates